News Update :

DISKRIMINASI STATUS GURU HARUS DIHILANGKAN

Sabtu, 26 November 2011


Jakarta (25/11) Masih adanya kesenjangan pendapatan, tunjangan, dan fasilitas yang diterima oleh guru tidak tetap (honorer), menunjukkan bahwa Pemerintah berlaku diskriminatif dengan mengelompokkan status guru. Berdasarkan data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kemdiknas tahun 2010 (Sekarang Kemdikbud), Pemerintah menggolongkan guru menjadi tiga kelompok, yaitu Guru PNS, PNS Depag, PNSDPK, Guru Bantu, Guru Honor Daerah, Guru Tetap Yayasan, dan Guru Tidak Tetap. Penggolongan inilah yang dianggap berakibat pada perbedaan pendapatan, tunjangan, dan fasilitas yang mereka terima. Demikian disampaikan Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar di Jakarta, Jum’at (25/11).

“Kesenjangan pendapatan itu misalnya, terlihat dari penghasilan yang diterima oleh guru PNS yang bisa mencapai Rp 6 juta setiap bulan  Di pihak lain, secara kontras, guru tidak tetap (honorer) hanya mendapatkan honor dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang besarnya bervariasi mulai dari Rp200 ribu/bulan sampai Rp500 ribu/bulan.“ ungkap Raihan.

Padahal, menurut Raihan, tugas yang dilakukan oleh para guru tidaklah berbeda. Para guru memiliki tugas yang sama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi peserta didik sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Bahkan, Raihan banyak menemukan kasus dimana tugas yang seharusnya dikerjakan oleh guru tetap, justru dilakukan oleh guru honorer.

Menurut Anggota DPR dari Fraksi PKS ini, masih adanya perlakuan yang diskriminatif juga menunjukkan bahwa Pemerintah belum sepenuhnya menempatkan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UU Guru dan Dosen tersebut. “Pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua guru, baik guru tetap, maupun honor untuk mendapatkan haknya sebagai tenaga professional tersebut. Pasal 34 ayat (1) UU Guru dan Dosen tersebut menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.”

Oleh karena itu Raihan mengingatkan bahwa momentum hari guru tanggal 25 November ini, jangan sekedar dijadikan ajang pidato seremonial belaka, tapi harus benar-benar menunjukan keseriusan Pemerintah untuk menghilangkan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif di kalangan guru.



Sumber: pks.or.id

Artikel Terkait

Share this Article on :

Posting Komentar

 

© Copyright DPC PKS Lawang 2010 -2011 | Redesign by PKS Lawang | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.