Cahyadi Takariawan |
Menurut Wikipedia, miopi (dari bahasa Yunani : myopia, penglihatan-dekat) atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata dimana citra yang dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Penyakit ini menyebabkan seseorang hanya mampu melihat obyek dalam jarak dekat, dan tidak dapat melihat dalam jarak jauh.Penyebab miopi dapat bersifat keturunan (herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan. Faktor herediter pada miopi pengaruhnya lebih kecil dari faktor ketegangan visual. Terjadinya miopi lebih dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menggunakan penglihatannya, seperti seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer atau televisi, atau seseorang yang menghabiskan banyak waktunya dengan melihat obyek dekat tanpa istirahat.
Faktor lingkungan juga dapat memengaruhi misalnya pada rabun malam yang disebabkan oleh kesulitan mata untuk memfokuskan cahaya dan membesarnya pupil, keduanya karena kurangnya cahaya, menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam mata tidak difokuskan dengan baik.Dapat juga terjadi keadaan pseudo-miopi atau miopi palsu disebabkan ketegangan mata karena melakukan kerja jarak dekat dalam waktu yang lama. Penglihatan mata akan pulih setelah mata diistirahatkan. Miopi bisa disembuhkan dengan beberapa model terapi. Pemakaian lensa kontak kacamata dengan lensa sferis negatif merupakan pilihan utama untuk mengembalikan penglihatan. Beberapa tindakan bedah juga dapat dilakukan seperti photorefractive keratectomy (PRK) atau laser assisted in-situ keratomileusis (LASIK). Dapat juga dilakukan orthokeratologi atau terapi penglihatan (vision therapy).
Miopi Dakwah
Salah satu penyakit yang berbahaya dalam pergerakan dakwah adalah Miopi Dakwah. Penyakit ini dapat menyebabkan gerakan dakwah kehilangan arah, karena hanya disibukkan oleh hal-hal yang bersifat praktis dan kekinian. Aktivis dakwah sangat sibuk, menyita seluruh waktu dan perhatian, namun seluruhnya hanya terkait dengan menjawab persoalan dan target sesaat, karena tidak mampu melihat jarak jauh.
Angka-angka, hitungan bilangan, posisi dan kedudukan, memang penting dan diperlukan dalam perjalanan dakwah. Seperti misalnya menetapkan target peningkatan jumlah kader, “bertambahnya satu juta kader pada tahun 2012”. Atau menetapkan target politik, “menjadi tiga besar pemenang Pemilu nasional”. Atau menetapkan target dalam Pilkada, “memenangkan Pilkada provinsi”. Semua target itu penting, dan harus diusahakan dengan sekuat kemampuan untuk mencapainya.
Ada pula yang hanya bercorak lima tahunan, sesuai ritme dan ritual demokrasi. Mereka hanya berbicara apa target 2014, menghitung hari menuju rivalitas politik di tahun 2014, menghitung resources yang diperlukan untuk memenangkan pertempuran politik di 2014. Tentu saja ini sebuah keharusan untuk menang, namun tidak boleh terjebak hanya berhitung pada waktu yang sangat pendek, 2014 saja. Seakan itu adalah segalanya, tanpa melihat ada hal yang di balik angka dan target kemenangan politik tersebut.Jangan sampai gerakan dakwah hanya berhenti pada pencapaian target-target bilangan dan posisi “sesaat” tersebut. Karena ada hal yang sangat penting, untuk apa satu juta kader baru tersebut ? Akan diarahkan kemana potensi mereka ? Bagaimana pula dengan penataan kader-kader lama? Bagaimana mengoptimalkan potensi kader yang sangat beragam jenis dan kondisinya?
Menjadi pemenang Pemilu dan Pilkada tentu sangat penting, namun ada hal yang sangat penting, bagaimana mengelola kemenangan Pemilu? Bagaimana mengelola kemenangan Pilkada? Apa korelasi kemenangan Pemilu dengan penguatan dakwah? Apa korelasi kemenangan Pilkada dengan pengokohan kader dan struktur dakwah? Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang harus dijawab, setelah target-target angka dan kedudukan tersebut tercapai.
Gejala Miopi Dakwah
Ketika saya menulis tentang bahaya miopi dakwah ini, bukan berarti bahwa kita sudah terkena atau terjangkiti. Ini adalah sebuah peringatan dini dan sebuah upaya menjaga orisinalitas dakwah yang sangat kita cintai, agar tidak terjatuh ke dalam penyakit miopi yang bisa menghancurkan dakwah. Jadi, ini lebih merupakan sebuah tindakan pencegahan sebelum terjadinya hal yang tidk diinginkan.
Para pemimpin gerakan dakwah dan para aktivis harus mewaspadai berjangkitnya penyakit miopi dalam menjalankan agenda dakwah. Di antara gejala Miopi Dakwah adalah:
1. Kehilangan Visi
Visi (vision) merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian (want to be) yang ingin dicapai di masa depan. Visi memberikan pernyataan tentang tujuan akhir dari perjalanan kehidupan pribadi atau organisasi. Visi adalah pernyataan luhur tentang cita-cita yang hendak dicapai. Bisa dalam bentuk visi pribadi, visi keluarga, visi organisasi, bahkan visi negara. Visi menjadi penunjuk arah yang pasti, ke mana langkah mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu perjalanan dalam kehidupan pribadi, keluarga, organisasi dan negara.
Maka, gerakan dakwah harus memiliki visi yang jelas dalam sepanjang perjalanannya. Semakin jelas dan kuat visi yang dimiliki gerakan dakwah, akan semakin jelas dan kuat pula pilihan jalan yang harus dilalui. Semakin jelas pula gerakan dakwah memandang dan mendefinisikan penyimpangan yang terjadi. Semakin lemah visi, semakin kabur pula pandangan tentang tujuan, sehingga memudahkan terjatuh ke dalam penyimpangan.
Organisasi yang tidak memiliki visi, atau kehilangan visi, akan membuat perjalanannya mengalir begitu saja, terbang bersama angin yang berhembus. Menuju apapun, dimanapun, entah namanya apapun. Lalu kapan dakwah akan sampai tujuan, sementara tidak pernah mendefinisikan tujuan akhir ? Gerakan dakwah melakukan pemborosan potensi, karena kegiatan yang dilakukan tidak mengarah kepada suatu visi yang jelas.
Dalam pergerakan dakwah, pada awalnya visi telah ditetapkan dengan sangat kuat. Namun saat berada dalam perjalanan, bertemulah dengan berbagai macam jenis godaan. Tidak seluruh godaan itu pahit, bahkan sebagian dari godaan itu bercorak sangat menarik. Jika gerakan dakwah tergoda untuk mengejar target-target sesaat semata, akan menyebabkan pelemahan visi, bahkan dalam jangka waktu lama, bisa terjatuh ke dalam kehilangan visi.
Begitu terjadi pelemahan visi, maka semua pandangan dan perhatian hanya akan terfokus menatap jarak dekat. Gerakan dakwah jatuh dalam penyakit rabun jauh yang sangat membahayakan. Seluruh aktivitas yang dilakukan, terlepas dari bingkai visi yang telah dicanangkan dari awal. Miopi bisa menghinggapi gerakan dakwah, sehingga tidak mampu menatap visi yang sesungguhnya sudah ditetapkan dengan jelas.
2. Tidak Memiliki Rencana Strategis (Renstra)
Rencana Strategis (Renstra) dibuat oleh organisasi dan lembaga untuk menyongsong visi masa depan seperti yang dicita-citakan. Ada profil ideal yang jelas, kondisi seperti apa yang ingin diwujudkan duapuluh tahun ke depan, atau limapuluh tahun ke depan, atau bahkan seratus tahun ke depan. Dari profil ideal tersebut, pergerakan dakwah kemudian menterjemahkan ke dalam sejumlah rencana strategis jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.Ada sangat banyak metodologi untuk membuat dan menetapkan renstra. Ilmu manajemen organisasi sudah sangat berkembang, sehingga banyak pilihan teori dan metodologi pembuatan renstra. Tentu saja semua pilihan itu bersifat ijtihad yang perlu diuji kesahihannya di lapangan, dan tidak ada satupun yang terbebas dari kekurangan. Namun, menggunakan sebuah metodologi tertentu akan memudahkan gerakan dakwah membuat, menetapkan, mengimplementasikan serta mengevaluasi renstra.
Mungkin bagi sebagian kalangan aktivis, membuat renstra itu pekerjaan “berat” yang tidak menyenangkan. Karena harus mengumpulkan berbagai data, harus “melukis” gambaran ideal masa depan, pada kurun waktu duapuluh tahun ke atas. Beberapa kalangan aktivis bahkan menganggap renstra sebagai momok yang harus dihindari, karena membuat kepala pusing saat membuat. Gejala ini menandakan miopi sudah menghinggapi mereka, karena terlalu lama menatap obyek dekat yang memikat.
Saya sangat miris melihat gerakan dakwah yang berjalan tanpa renstra. Karena jika berjalan tanpa renstra, pasti hanya melaksanakan agenda-agenda rutin yang menjebak, dan melaksanakan rencana sesaat sebagai reaksi atas situasi dan kondisi sekitar. Untuk sekedar menang pada tahun 2014 memang tidak memerlukan renstra, karena program yang bercorak praktis saja bisa membuahkan kemenangan. Namun kemenangan dakwah bukan hanya tahunan, yang diinginkan adalah tertanamnya nilai kebaikan secara kokoh pada berbagai sisi kehidupan.
3. Tidak Memiliki Program Jangka Panjang
Visi dakwah direalisasikan dengan pembuatan rencana strategis, sedangkan renstra diwujudkan secara lebih membumi dalam bentuk Program Jangka Panjang (PJP). Jika sudah kehilangan visi, menyebabkan gerakan dakwah gagal menyusun renstra, dan akhirnya tidak memiliki PJP. Ini adalah konsekuensi logis yang sambung menyambung, karena PJP diturunkan dari renstra dan renstra diturunkan dari visi. Merekrut kader dalam jangka waktu tertentu dan jumlah tertentu adalah program jangka pendek. Memenangkan Pemilu 2014 adalah program jangka pendek. Memenangkan pilkada adalah program jangka pendek. Karena terbatas oleh waktu yang sangat pendek, dan sering memaksa mengeluarkan resources yang luar biasa besarnya.
Di antara program jangka panjang adalah pendidikan dan pembinaan kader sesuai potensi yang dimilikinya, serta menyiapkan lahan aktivitas bagi para kader sesuai dengan kepentingan dakwah dalam jangka panjang. Mengelola negara memerlukan banyak potensi, keahlian, dan harus menyiapkan sejumlah persyaratan formal sesuai ketentuan. Untuk sukses mengelola negara dan pemerintahan, tidak cukup dicapai dengan memenangkan pemilu dan pilkada.
Kadang program jangka panjang ini kurang menarik dan dianggap kurang menantang. Lebih menarik dan lebih menantang sesuatu yang jelas di depan mata, seperti pertempuran politik dalam pemilu dan pilkada. Adapun penyiapan berbagai potensi untuk menyongsong kemenangan jangka panjang, dianggap sebagai sesuatu yang “ngawang-awang” atau utopis. Minimalnya dianggap sebagai “bisa ditunda” dan berkategori “tidak mendesak”, dengan alasan “kita berjamaah masih lama”.
4. Gerakan Dakwah Menyempit pada Satu Sektor
Salah satu gejala miopi adalah menyempitnya perhatian gerakan dakwah kepada satu sektor saja dengan mengabaikan sektor lainnya. Sebagai contoh gerakan dakwah disempitkan hanya pada sektor tarbiyah atau pembinaan saja, seakan-akan dakwah hanya mengurus pembinaan sumber daya manusia. Seakan-akan dakwah hanya urusan mengaji dan membina diri menjadi pribadi salih. Padahal dakwah itu adalah upaya menebarkan nilai-nilai kebajikan dalam seluruh sisi dan dimensi kehidupan, bukan hanya pribadi, tapi juga keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Bukan hanya individu, namun juga sistem.
Contoh lainnya, gerakan dakwah diseret mengikuti ritme politik praktis, sehingga menyempitkan pandangan hanya pada urusan politik saja. Seakan-akan harus menang mutlak sekarang, harus menguasai kemenangan pilkada di berbagai propinsi, kabupaten dan kota sekarang, harus unggul dalam pemilihan umum legislatif sekarang, dan seterusnya. Seakan-akan kalau tidak menang dalam rivalitas politik sekarang, dakwah akan hancur selama-lamanya. Inilah gejala miopi dakwah yang membahayakan, karena hanya mengurus politik saja dengan mengabaikan sisi-sisi strategis lainnya.
Jika gerakan dakwah menyempit hanya fokus pada satu sisi saja, berarti telah melawan fitrah dakwah yang bersifat utuh menyeluruh. Doktrin pemahaman dakwah yang dibangun selama ini bisa runtuh, karena dakwah tidak menyentuh seluruh sisi kehidupan, namun hanya satu sisi saja dengan meninggalkan lainnya.
5. Mengabaikan Aset Masa Depan Gerakan
Jika gerakan dakwah hanya fokus kepada satu sisi saja, berdampak mengabaikan banyak aset masa depan. Kader-kader dakwah yang tersebar di berbagai wilayah dan pelosok-pelosok daerah, memiliki potensi yang sangat beragam. Mereka adalah aset masa depan pergerakan yang tidak ternilai harganya. Kesetiaan, pengorbanan, perjuangan yang telah mereka lakukan setiap hari setiap saat, sungguh tidak dapat dinilai dengan materi.
Sebagai contoh, jika dakwah hanya fokus pada sisi tarbiyah, maka sekian banyak potensi akan termubadzirkan karena tidak memiliki saluran berkegiatan. Hanya para ustadz dan para kader yang berlatar belakang pendidikan serta pembinaan akan terserap dalam program-program tarbiyah, sementara kader yang memiliki potensi ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya akan terabaikan.Demikian pula jika dakwah menyempit hanya fokus mengurus politik, akan menyebabkan sekian banyak kader yang tidak memiliki minat dan peluang politik menjadi terbengkelai. Mereka terdiri dari kader yang berpotensi dan berdedikasi tinggi, namun tidak bisa terlibat dalam kancah politik praktis dengan berbagai alasan. Akhirnya mereka menjadi “pengangguran” di jalan dakwah, karena potensinya tidak tersalurkan. Padahal merekalah yang sangat diperlukan dalam menyusun kemenangan dakwah.
Langkah Terapi
Sebagaimana miopi pada umumnya, miopi dakwah juga bisa disembuhkan dengan serangkaian terapi. Yang paling sederhana adalah pemakaian “lensa sferis negatif” untuk mengembalikan penglihatan jarak jauh. Tindakan “bedah mata” juga dapat dilakukan seperti model photorefractive keratectomy (PRK) atau laser assisted in-situ keratomileusis (LASIK). Dapat juga dilakukan orthokeratologi atau terapi penglihatan (vision therapy).
Dalam konteks miopi dakwah diperlukan langkah terapi yang menyeluruh. Bukan sekedar menggunakan lensa sferis negatif atau bedah mata dan terapi penglihatan. Miopi dakwah tidak sekedar urusan mata fisik, namun mata hati, bashirah dan ruhaniyah. Dengan demikian terapinya pun memerlukan sentuhan yang menyeluruh, baik secara ruhiyah, fikriyah maupun idariyah (manajemen).
Kita mulai dari pembersihan jiwa yang kontinyu. Aktivis dakwah tidak boleh terbelenggu oleh motivasi duniawi, karena itu yang mengotori hati. Bersihkan jiwa dengan kemurnian penghambaan kepada Allah. Kemudian mencerahkan pemikiran, menajamkan konsep pergerakan. Kita bergerak berdasarkan visi yang jelas, dipandu oleh rencana strategis yang jelas, dan mengemban program jangka panjang yang jelas. Ditindaklanjuti dengan perbaikan manajerial, agar mampu mengoptimalkan semua potensi kader dengan penataan yang serasi dan seimbang.
Semoga Allah membimbing langkah dakwah kita, dan menjauhkan kita dari miopi dakwah. Amin.
Sumber: http://cahyadi-takariawan.web.id
Posting Komentar