Oleh: Cahyadi T |
Bekerja di ladang dakwah telah memberikan banyak hikmah dan pelajaran kepada kita semua. Semakin hari semestinya kita menjadi semakin dewasa, karena dimatangkan oleh peristiwa demi peristiwa, oleh benturan, oleh gesekan, oleh program yang berkesinambungan.Ketika dakwah mampu menghimpun para aktivis dalam sebuah tatanan, sesungguhnya pada dirinya terkandung dua sisi sekaligus.
Pertama sisi potensi yang melimpah ruah, oleh karena dakwah akan dikuatkan oleh berbagai potensi yang dibawa oleh setiap aktivis. Namun pada sisi lainnya, terdapat pula peluang terjadinya gesekan tingkat tinggi, karena semua orang memiliki kemampuan yang setara untuk memimpin dan menempati posisi strategis.
Misalnya saat menentukan kepemimpinan lembaga dakwah, semua aktivis pada hakikatnya memiliki kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas yang setara. Artinya, semua aktivis memiliki peluang yang sama dalam menempati posisi tersebut. Demikian pula saat menentukan personal untuk menempati pos-pos strategis dalam dakwah, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga, semua aktivis relatif memiliki kapasitas yang setara untuk mendudukinya.
Para pemimpin sering kesulitan saat harus memilih personal, bukan karena tidak ada potensi, namun justru karena semua aktivis memiliki potensi. Sementara pos-pos strategis baik internal maupun eksternal jumlahnya cukup terbatas, yang tentu saja tidak mungkin mampu mewadahi semua aktivis. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus memilih. Bagi yang tidak terpilih, bukan berarti “tidak potensial” atau “tidak terpakai”, sesungguhnyalah semua ingin dipilih, namun pos yang ada sangat terbatas.
Gesekan Adalah Keniscayaan
Setiap titik interaksi kita, selalu menimbulkan gesekan. Walaupun interaksi itu seluruhnya dalam kebaikan, tidak ada satupun yang bernilai kejahatan. Namun selalu menimbulkan gesekan. Justru karena saling bergesekan antara satu komponen dengan komponen lainnya itulah yang menyebabkan mesin menjadi berfungsi dan bisa menggerakkan roda mobil.
Gesekan itu kadang terasa menyakitkan, justru karena kita semua menginginkan kebaikan. Sejak awal kita “menjadi mesin” yang menggerakkan roda perjalanan dakwah, sepenuhnya telah sadar, bahwa apapun akan kita tempuh untuk mencapai tujuan mulia. Kita menyadari ada bahaya dan hambatan dari luar, namun amat banyak pula yang berasal dari dalam.
Manajemen apapun tidak akan bisa menghindarkan kita dari saling bergesekan, karena sebagai mesin kita semua harus bergerak. Satu komponen berpengaruh dan terhubung dengan komponen lain, saling berinteraksi secara positif, sehingga bergeraklah roda dakwah. Namun sepanjang perjalanan, mesin tentu mengalami pemanasan, dan semakin kencang laju mobil dakwah, semakin kuat pula gesekan antar komponen.
Manajemen yang diperlukan bukanlah menghindarkan gesekan antar komponen, namun manajemen untuk melicinkannya, agar gesekan yang terjadi sebagai sebuah keharusan tidak saling menyakiti dan tidak saling melukai. Semua komponen diperlkukan, walau hanya mur dan baut, walau hanya karet penghubung, namun seluruhnya menjadi satu kesatuan untuk berfungsinya mesin dengan baik.
Pada banyak kalangan partai politik, gesekan bisa sedemikian keras dan kasar. Dampaknya, sebagian pihak terlempar, sebagian terjatuh, sebagian terbuang, sebagian tersingkirkan, dan sebagian lainnya berkuasa. Mereka tidak tahan terhadap gesekan, karena memiliki watak ingin menguasai. Semua komponen ingin mengalahkan dan menjatuhkan yang lainnya, dalam sebuah rivalitas yang amat keras.
Sepuluh Perangkat Nilai
Bersyukur, dalam dakwah telah disiapkan perangkat yang memungkinkan semua komponen siap untuk bekerja dengan optimal. Perangkat paling utama bernama kepahaman. Dengan perangkat ini semua komponen mengerti berbagai tuntutan perjalanan dakwah sehingga mampu menyiapkan diri dan menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
Perangkat kedua adalah keikhlasan. Dengan landasan keikhlasan, berbagai gesekan tidak sampai menimbulkan korban yang berjatuhan. Bukankah kita semua bekerja untuk mencari ridha Allah dan bukan mencari jabatan, kemuliaan, popularitas, kedudukan dan lain sebagainya.
Perangkat ketiga adalah amal yang berkesinambungan. Bekerja dalam dakwah memerlukan kontinuitas amal, sehingga menuntut bekerjanya semua komponen mesin dakwah setiap saat. Dakwah tidak akan berhenti hanya oleh karena ketakutan terkena dampak gesekan.
Perangkat keempat adalah kesungguhan atau jihad. Semua komponen dituntut untuk melaksanakan kegiatan dan agenda dakwah sepenuh kesungguhan. Termasuk bersungguh-sungguh menyiapkan jiwa agar memiliki daya tahah prima di medan dakwah yang penuh tantangan.
Perangkat kelima adalah pengorbanan. Dakwah tidak akan bisa berjalan tanpa didukung pengorbanan. Semua komponen siap memberikan pengorbanan terbaik demi tercapainya tujuan-tujuan dakwah. Termasuk mengorbankan “gengsi” diri, dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
Perangkat keenam adalah ketaatan. Semua pihak dalam tatanan dakwah harus memiliki ketaatan terhadap rujukan utama dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam tataran praktis, dituntut pula memiliki ketaatan terhadap manhaj dakwah, serta keputusan lembaga dan para pimpinan, walaupun di antara isi keputusan tersebut ada yang tidak sesuai dengan pendapat pribadinya.
Perangkat ketujuh adalah keteguhan. Seluruh aktivis dakwah harus memiliki keteguhan dan ketegaran dalam menapaki jalan dakwah. Sangat banyak cobaan dan hambatan di sepanjang perjalanan dakwah, hanya aktivis yang memiliki keteguhan hati, ketegaran jiwa, kekokohan sikap, yang akan mampu melewatinya.
Perangkat kedelapan adalah kemurnian. Dakwah menuntut kemurnian hati, pemikiran dan aktivitas. Dakwah menghajatkan kemurnian orientasi, niat dan tujuan, agar terbebaskan dari penyimpangan tujuan yang sangat membahayakan.
Perangkat kesembilan adalah persaudaraan. Kita semua diikat dalam sebuah tali persaudaraan yang kuat. Setiap kita lebih mengutamakan saudaranya daripada diri sendiri. Kita bahagia jika mampu membahagiakan saudaranya. Semua kita menjadi bersedih jika membuat saudaranya berduka. Kebersamaan adalah kunci kemenangan dakwah.
Perangkat kesepuluh adalah kepercayaan. Ikatan dalam dakwah bukanlah materi, bukan jabatan, bukan kedudukan duniawi, namun ikatan visi, ikatan tujuan, ikatan iman, ikatan manhaj. Oleh karena itu sangat diperlukan saling kepercayaan antara satu bagian dengan bagian lainnya, antara pimpinan dengan anggota, dan antara sesama aktivis dakwah.
Saya selalu merangkai sepuluh perangkat tersebut dalam satu kesatuan. Saya selalu melihat kesepuluh perangkat itu adalah mutiara berkilauan. Sebelum berbicara manajemen praktis, kita terlebih dahulu diikat oleh sepuluh perangkat nilai, yang menyebabkan kita mampu melewati semua mihwar, semua tahapan, semua fase dalam dakwah, kendati sangat banyak gesekan dalam menjalankan kegiatan.
Sumber: cahyadi-takariawan.web.id
Posting Komentar