News Update :

Resensi Buku DILEMA PKS

Sabtu, 14 April 2012

Islamedia - -Apa dilemanya dan siapa yang dilematis?-

Dilema itu adalah situasi yang sulit dan membingungkan. Maka harus ada jawaban dari pertanyaan, Dilema dalam memilih apa dengan apa? Apa yang dibingungkan siapa? Siapa yang bingung? Siapa yang dalam kondisi sulit memilih? Siapa yang sedang sulit memilih apa dengan apa?

Pendahuluan.

Ada satu buku yang cukup cepat mengambil perhatian publik sesaat setelah buku itu beredar. Dilema PKS karya Burhanuddin Muhtadi (BM). Diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Buku ini menambah kekayaan tema PKS. Tema PKS memang cukup mengundang public untuk membacanya, kendati, sejatinya, sudah banyak buku tentang PKS baik yang ditulis oleh orang PKS maupun pihak luar PKS.

Buku ini adalah buku hasil olahan tesis penulisnya di Australian National University (ANU). BM mencoba mencoba menganalisis upaya PKS dengan teori politik yang beliau kuasai. Dalam kajian ilmu politik, sulit memadukan Islam dan demokrasi dan Gerakan Sosial dan Gerakan Politik dalam satu lembaga. Maka, secara teoritis, PKS akan sulit melakukan semuanya itu. Bagi BM, PKS sedang dalam dilema untuk memilih, apakah PKS akan memuaskan Islam atau menguatkan demokrasi?

Bagi kader PKS, tema ini mungkin sudah selesai. Bagi penggemar PKS, buku ini bercerita agak banyak. Bagi pembenci PKS, buku ini bisa menjelaskan ketidaksukaan. Tapi siapapun anda, jika anda ingin melihat bagaimana seorang ahli ilmu politik melihat upaya yang sedang dilakukan PKS, maka buku ini layak dipertimbangkan untuk dibaca. Setidaknya buku ini empirik, ramah dan tidak membabibuta dalam menuduh PKS.

Alhamdulillah, saya sudah membaca buku itu. Saya ingin berbagi hasil bacaan saya. Saya tulis hasil bacaan saya dan saya berharap ini berguna bagi anda.

Buku Tentang Apa?

Buku ini memang khusus tentang PKS. Buku ini tentang dilema PKS. Dilema itu apa? Secara bahasa, dilema adalah situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan. Dilema itu adalah situasi yang sulit dan membingungkan.

Buku ini tentang dilema PKS ; apakah PKS akan menjadi catch all party seperti AKP (Adelat ve Kalkinma Partisi) di Turki atau menjadi partai kader yang menjadi representasi basis sosial pendukung awal seperti PAS di Malaysia.

Tema Partai Islam memang hampir selalu menarik. Tapi mengapa tema ini menarik? Pasti ada banyak tedensi di balik banyaknya penelitian terhadap PKS dan Partai Islam. Tapi setidaknya ada 2 pertanyaan penting di penelitian-penelitian itu ;
  1. Seberapa serius ancaman Islam terhadap tatanan sosial politik di tingkat domestik dan internasional?
  2. Apakah islamisme bisa menjadi potensi yang memperkuat reformasi sosial dan demokrasi di dunia muslim?
Jadi? Memang ada 2 diskursus tentang upaya partai islam. Pertama, islamisme sebagai ancaman. Kedua, islamisme sebagai penguat reformasi.

Lalu mengapa PKS menarik untuk diteliti? Kata Anis Matta, banyaknya penelitian tentang PKS membuat paduan antara rasa heran dan rasa bangga. Ya, mengapa PKS banyak diteliti? Menurut prof. Greg Feady, itu karena PKS adalah partai kedua tersukses di dunia setelah AKP di Turki. PKS mewakili kisah sukses Partai Islam dan itu menarik untuk diteliti dengan motif apapun. Tema tentang PKS memang tema yang seksi. Banyak yang ingin tahu. Banyak yang ingin meneliti. Sedikit tulisan yang menyingkap bagian-bagian yang agak dalam saja, pasti sudah menarik perhatian public. Maka tulisan yang menceritakan dilema menjadi catch all party atau menjadi partai kader yang menjadi representasi basis sosial pendukung pasti cukup menarik perhatian publik untuk membaca buku ini.

Tetapi, menurut internal PKS, apakah dilema itu ada?. Apakah memang ada dilema semacam itu dalam tubuh PKS? Setidaknya Anis Matta membenarkan adanya resistensi internal itu, ada resistensi internal untuk menjadikan PKS terbuka.

Buku ini menyajikan data empirik kisah sukses PKS. Buku ini bercerita tentang sejarah PKS, transformasi PKS, aksi-aksinya, iklan-iklannya, perolehan suaranya, dan dilemanya di masa depan. Buku ini menjawab pertanyaan mengapa PKS sukses. Buku ini menyajikan data mengapa PKS menang. Dan buku ini kemudian menjelaskan dilema PKS di masa depan, isu negatif, perpecahan, dan komentar-komentar kekecewaan terhadap PKS.

Jadi, buku ini menceritakan tentang kisah sukses PKS di masa lalu dan tentang adanya dilema PKS di masa depan.

Bagaimana BM memotret Dilema PKS?

Di buku ini, BM meletakkan bab Dilema PKS di bab 7 dari 8 bab yang ada. Bab Dilema PKS memang diletakkan sebagai puncak bahasan, sebelum simpulan penulis.

Awalnya, BM meyakinkan bahwa agama adalah faktor penting yang memengaruhi pilihan politik lebih dari variable bahasa dan kelas social. Lalu BM banyak menulis tema politik aliran, Pemilu 1955, Qua Vadis Politik Aliran, dan kemudian BM memotret perolehan suara PKS dengan mengutip hasil LSI (lembaga Survei Indonesia).

Menurut BM, PKS sedang belajar merangkul pemilih baru. Ini berarti merambah konstituen baru. Dengannya, PKS harus tidak hanya mengandalkan retorika yang menguatkan sentimen keagamaan, tetapi harus menawarkan program terukur. Menurut BM, ini ujian bagi PKS. Sebab, menurutnya, PKS –sebagaimana Partai Islam lainnya- dicitrakan kalah dalam mengusung program terukur untuk kepentingan rakyat.

BM menyakini bahwa kasus dan isu negatif yang terjadi yang melibatkan internal PKS dan tokoh PKS tidak bisa dilepaskan dari tarik menarik yang terjadi. Dilema PKS itu diyakini BM sebagai dilema menjadi partai ideologis atau menjadi partai elektoralis. Jika menjadi partai ideologis, perilaku politik PKS harus dilandaskan pada upaya untuk menyerap kepentingan basis sosial partai yang merupakan aktivis halaqoh, harakah, muda, terdidik, bagian dari masyarakat kota, tetapi memiliki pandangan konservatif dalam beragama. Sedangkan jika menjadi partai elektoralis, PKS harus menjadikan ceruk pasar pemilih sebagai motivasi utama dan kadang harus menomorduakan kepentingan basis sosial PKS. Dan, menurut BM, kedua pilihan ini sulit untuk dikompromikan. Di buku ini BM menceritakan dominasi kelompok progresif dengan dinamika Mukernas Bali (Februari 2008), jargon partai terbuka, bayan DPP PKS, Multaqo Fikri, iklan Guru Bangsa, penolakan Fajroel Rahman, jingle iklan ; Partai Kita Semua, kasus Yusuf Supendi, ‘daging berjenggot’, Hotel Ritz Carlton, dan beberapa kasus lainnya. Bagi BM, tahun 2008-2009 adalah tahun eksperimen menjadi partai terbuka dan menempuh strategi kompetisi electoral.

Bagaimana BM Menyimpulkan?

Bagi BM, PKS tampaknya tidak akan jera untuk memantapkan langkah dalam memperbesar ceruk pasar pemilih dengan mengubah orientasi partai ke tengah dan terbuka. Hasil Pemilu 2009, yang hasilnya belum optimal, diyakini BM tak akan membuat jera PKS. Artinya, di masa depan PKS akan menggunakan strategi kompetisi electoral yang sesuai dengan pasar pemilih.

BM melihat ada 3 tantangan dalam upaya PKS ini. Pertama, PKS ditantang untuk dapat meyakinkan basis massa tradisionalnya bahwa upaya ini tidak mengubah komitmen keislaman PKS. Bagi BM, ini menuntut sikap extra hati-hati agar tidak kehilangan dukungan dari basis massanya. Kedua, PKS menghadapai tantangan untuk meyakinkan pasar pemilih nasionalis dan non muslim bahwa komitmen PKS ini bukan sekadar retorika dan hiasan bibir semata. Ini –menurut BM- tidak lepas dari citra PKS sebagai partai Islam konservatif yang masih melekat di kalangan pemilih nasionalis dan non muslim. Ketiga, PKS menghadapi tantangan soal kredibilitas terutama soal isu anti korupsi dan program kerakyatan. Ketiga tantangan itu harus dihadapi PKS di masa-masa ini.

Penutup.

Meski BM menulis bahwa apa yang sedang terjadi adalah dilema bagi PKS. Tapi BM juga menyimpulkan bahwa PKS memang akan melangkah dengan keputusan-keputusannya. Ada konteks internasional yang bertemu dengan kondisi politik domestik yang membuat langkah PKS mantap untuk memperbesar partai.

Jadi? Apakah PKS dilematis? Menurut saya PKS tidak dilematis. BM juga meyakini bahwa PKS akan memantapkan langkah dalam memperbesar ceruk pasar pemilih. PKS diyakini akan menguatkan langkah untuk memperbesar pemilih. Ini lebih merupakan tantangan, seperti yang diungkap Anis Matta di pengantar buku.

Di saat-saat akhir membaca buku ini, saya bertanya, ‘Jika memang disebut dilema, kapan PKS dilanda dilema atau kegalauan itu? Tahun 1999, PKS sukses dengan situasinya saat itu. Tahun 2004, PKS sukses lagi. Tahun 2009, PKS sukses lagi meski tak sebesar sebelumnya. Kata Anis Matta ini soal kapasitas. Dan apakah PKS akan sukses lagi di 2014? Bisa iya dan bisa tidak. Tetapi, apapun jawabannya, PKS tidak sedang mengalami dilema. Sukses lagi atau tidak, bukan urusan dilema atau tidak bagi PKS.

Anis Matta punya 2 pertanyaan, pertama, Apa yang menyebabkan PKS sukses? Dan kedua, Apakah PKS bisa sukses lagi di masa depan?. Buku ini menjawab pertanyaan pertama. Dan bagi Anis Matta, pertanyaan kedua lebih merupakan tantangan masa depan.

Selamat membaca buku ini kepada anda yang ingin menikmati tulisan seorang ahli tentang PKS. Buku yang bagus, menyajikan banyak data dan buku dengan judul yang menarik. Terima kasih, mas Burhan. Selamat dan sukses. (sumber: www.islamedia.web.id/Eko Novianto)

Artikel Terkait

Share this Article on :

1 comment

Anonim
30 Oktober 2013 pukul 19.54

nah, bukankah dilema-nya terlihat sekarang, ketika PKS berusaha membuka dirinya?

bagi internal PKS, terutama yang tidak melihat perilaku partai sebagai sesuatu yang perlu diperdebatkan, jelas langkah membuka diri PKS di masa mendatang (saat itu) bukan masalah berarti, terlebih, segala bentuk keputusan yang selalu top-down dengan figur sentralistik dan tanpa kompromi memang selalu mewarnai pengambilan keputusan PKS di saat menghadapi pilihan pragmatis.

Posting Komentar

 

© Copyright DPC PKS Lawang 2010 -2011 | Redesign by PKS Lawang | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.