Mukhamad Najib Mahasiswa Program Doktoral Universitas Tokyo |
Salju turun dipergantian musim yang seharusnya sudah selesai. 4 maret
2012, dipinggir jendela kamar lantai dua, tepatnya di Radstock 15, saya
ditemani buliran putih yang beterbangan, menyambar-nyambar kaca jendela
yang melahirkan detak bunyi tak beraturan. Di bawah sana, anak-anak
berlarian menembus hawa dingin sambil tertawa bersuka ria.
Di negara maju seperti Inggris, tidak sedikit rakyat terlena dengan
kebebasan & kesejahteraan yang berpotensi membunuh daya juang
anak-anak mereka. Anak-anak yang besar & bertemu dengan kondisi
serba mudah dan serba boleh tidak merasa perlu harus bersusah payah
menghadapi tantangan, tidak merasa perlu harus mengeluarkan semua daya
untuk meraih apa yang diinginkan. Karena semua sudah tersedia.
Makanan, pakaian, kesehatan, perumahan, pendidikan bisa didapatkan
mudah. Mereka merasa “toh nganggur pun akan mendapat tunjangan dari
negara”. Jangan kita bayangkan anak-anak di negara maju selalu lebih
unggul & kompetitif dari anak-anak di negara berkembang.
Beruntung, kemajuan yang mereka miliki hari ini telah menjadi daya
tarik manusia-manusia unggul dari berbagai belahan dunia untuk datang.
Manusia-manusia unggul dari berbagai negara inilah yang terus menopang
stabilitas kemajuan mereka. Sangat berbeda dengan negara-negara Arab,
Malaysia, atau Hongkong yang banyak menyerap tenaga-tenaga kasar.
Negara-negara maju hanya mau mereka yang berkeahlian.
Negara seperti Inggris, Jepang, Canada, Amerika tidak menerima
pendatang tanpa keahlian khusus. Ilmuwan-ilmuwan hebat dari berbagai
negara, termasuk dari negara berkembang banyak mengajar di negara maju,
professional-professional terbaik, enginer-enginer terbaik,
perawat-perawat terbaik dari negara-negara berkembang memilih bekerja di
negara maju. Jadilah negara maju kumpulan dari berbagai keahlian
terbaik yang datang dari berbagai negara.
Dalam hal pendidikan, tidak sedikit manusia-manusia unggul dari
berbagai negara datang ke Inggris untuk belajar dan rela membayar lebih
mahal untuk hal yang sebenarnya boleh jadi bisa mereka dapatkan lebih
murah dan lebih baik di negeri mereka. Mahasiswa internasional harus
membayar biaya SPP secara penuh sementara mahasiswa Inggris & negara
anggota European Union hanya membayar 30% biaya SPP.
Saya bertemu dengan mahasiswa Indonesia , dia bilang “saya datang ke
oxford setelah lulus SMA. Untuk masuk Universitas kita harus ikut kursus
mata pelajaran yang menjadi prasyarat jurusan yang kita tuju. Saya
ambil matematika, fisika, kimia, biologi. Dengan mudah saya mendapat A
di semua pelajaran, karena pelajaran di Indonesia sudah lebih advance,
lebih sulit. Universitas pun memanggil saya tanpa tes.” Seorang dosen di
salah satu universitas di London mengatakan kepada saya,”setiap 2 orang
mahasiswa internasional sebenarnya membayar 1 orang mahasiswa lokal.
Jadi kalau mahasiswa internasional kuliah di sini dengan biaya sendiri
atau biaya negaranya, mereka telah mensubsidi penduduk lokal!”.
Dua obrolan di atas menarik bukan? Dimana menariknya? Pertama, di
Indonesia siswa belajar lebih maju dari siswa di negara maju. Menariknya
atau anehnya kita mau membayar mahal untuk pendidikan yang tidak lebih
maju dari di negara kita. Kedua, ini lebih menarik lagi, ternyata negara
berkembang mensubsidi pendidikan negara maju!.
Seringkali kita terkecoh oleh promosi “World Class University” yang
katanya memberikan kualitas pendidikan dan fasilitas yang sangat baik.
Memang mereka telah mampu membangun system dan budaya akademik yang baik
yang mungkin belum dimiliki negara berkembang. Seperti budaya meneliti,
budaya menulis, budaya diskusi, semua sudah terbangun secara sistematis
yang membuat orang yang masuk ke dalam system tersebut akan mengikuti
cara kerja system yang telah terbentuk.
Tapi system dan fasilitas tersebut saat ini sebenarnya di
“langgeng”kan justru oleh para pendatang yang mau membayar mahal dengan
uangnya maupun ke”jeniusan” nya. Seperti yang saya sebutkan tadi, setiap
2 mahasiswa internasional membiayai satu mahasiswa lokal. Mahasiswa
internasional dari berbagai negara membayar lebih mahal dan biaya ini
yang mereka gunakan untuk memperbaiki fasilitas layanan akademik mereka.
Bahkan di beberapa universitas di London berdiri bangunan-bangunan
megah yang merupakan sponsor dari negara-negara kaya di timur tengah.
Memang beasiswa tersedia untuk mahasiswa internasional, tapi dengan
syarat mereka memiliki “kejeniusan” dalam hal tertentu yang sekiranya
mereka butuhkan, seperti “kejeniusan” dalam hal akademik atau
“kejeniusan” dalam hal sosial, seperti para aktifis.
Mereka yang memiliki “kejeniusan” akademik akan menghasilkan
penelitian-penelitian dan publikasi berstandar internasional yang
membawa nama baik universitas mereka di Inggris dan kelak mendongkrak
kualitas profil alumni dengan aktivitas akademik yang mumpuni, dan ini
berimbas pada persepsi public pada kualitas universitas. Sementara
mereka yang memiliki “kejeniusan” dalam bidang sosial kelak diharapkan
setelah lulus mereka bisa menjadi opinion leader di negaranya
masing-masing.
Jadi silahkan tinggal anda pilih, datang dengan uang sendiri atau
uang dari negara anda untuk mensubsidi mahasiswa lokal atau datang
dengan “kejeniuasan” yang karenanya anda akan diberi beasiswa. Dengan
kedua infrastuktur ini, dana & “kejeniusan” yang datang dari
multinegara, maka tidak mengherankan mereka mampu menjaga “superioritas”
system pendidikan mereka. Bukan oleh sumberdaya lokal mereka sendiri,
tapi justru lebih banyak pasokan dari negara berkembang, dari kejeniusan
anak-anak Pakistan, China, India, Indonesia, Malaysia, dan negara
berkembang lainnya dan dari dana orang tua mereka atau negara mereka.
Saya yakin, kita memiliki semua kemampuan yang dimiliki oleh negara
maju. Namun seringkali kita kurang percaya pada diri sendiri, kurang
percaya pada anak bangsa sendiri, kurang mampu mengelola asset-asset
bangsa sendiri untuk sebesar-besarnya kemanfaatan kita sendiri. Jika
semua negara berkembang mampu mengarahkan sumberdaya keuangan dan
“kejeniusan” anak-anak bangsanya untuk membangun system pendidikannya
masing-masing, saya yakin negara seperti Inggris ini tidak lama lagi
akan berada di ujung senja.
Salju sudah berhenti…sayapun harus berhenti…karena senja sebentar lagi berganti.
(www.eramuslim.com)
1 comment
thanks
Posting Komentar