News Update :

Dari Terpilihnya Hidayat, Kenapa Didik, Hingga Solusi Untuk Jakarta

Sabtu, 05 Mei 2012


Islamedia - Bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, menyempatkan diri berkunjung ke redaksi VIVAnews.com di lantai 31 Menara Standard Chartered, Jalan Dr Satrio, Jakarta, Selasa 3 April 2012 lalu.


Datang dengan menggenakan kemeja oranye, mantan Ketua MPR RI periode 2004-2009 itu bercerita seputar macet dan banjir Jakarta, serta kesiapannya menjadi Cagub DKI Jakarta. Sebelumnya nama Hidayat tidak pernah muncul dalam perebutan kursi orang nomor satu di Ibukota.

Hidayat Nur Wahid yang berpasangan dengan Didik Rachbini itu mengaku tidak pernah menyangka ditunjuk untuk maju. Bahkan saat ditetapkan DPP PKS, ia sempat kaget lantaran partainya sudah mempersiapkan Triwicaksana.

"Kalau Anda kaget, saya juga kaget. Saya tidak pernah minta dan saya mimpikan. Tidak pernah saya kasak-kusuk untuk mendapatkan posisi ini," ujar Hidayat.

Berbicara tegas sambil menggerakkan tangannya, Hidayat Nur Wahid juga bercerita banyak soal proses pemilihan dirinya yang begitu cepat. Ia sempat mendorong agar Triwicaksana atau biasa dipanggil Sani tetap dimajukan sebagai calon gubernur. Lihat foto kunjungan Hidayat Nur Wahid di sini.

Berikut wawancara Hidayat Nur Wahid dengan VIVAnews:

Bagaimana PKS akhirnya memilih Anda?
Kalau Anda kaget, saya juga kaget. Saya tidak pernah minta, dan saya mimpikan, tidak pernah saya kasak-kusuk untuk mendapatkan posisi ini. Minggu dan Senin saya diajak rapat, dan saya selalu mendorong agar apa yang sudah dipersiapkan yakni Bang Sani dimajukan dengan beragam argumentasi.

Sampai hari Senin saya mengajukan alternatif. Ada dua dari independen, dua Gubernur, dan dua walikota, Jokowi dan Nurmahmudi dipasangkan dengan Sani. Itu pernah muncul, karena Nurmahmudi sudah dua kali menjadi Walikota Depok, dan itu cukup kalau masuk Jakarta.

Sampai Senin, saya rapat Komisi I DPR, dan ada rekan-rekan PDIP dan saya berkomunikasi bagimana kalau Jokowi-Sani dipasangkan. Jadi singkatannya nanti (Joni). PDIP menyambut antusias, Gerindra juga antusias. Tapi saat dikomunikasikan dengan Ibu Mega, ternyata beliau sudah punya komitmen dengan Prabowo yang sudah punya calon.

Sekitar pukul 16.00 WIB, saya ditelepon presiden PKS, dan Ketua Majelis Syuro PKS untuk datang ke DPP. Saya disodori map untuk ditandatangi yang isinya saya diputuskan untuk maju. Di situ ada Bang Sani dan saya tanyakan ke Sani bagaimana ini, beliau mengatakan rela karena itu keputusan partai.

Bang Sani ada saat itu?
Iya. Dia juga dilibatkan dalam prosesnya. Memang tidak mungkin juga PKS sebagai pememang kedua malah tidak maju, atau mati angin di titik terakhir, dan itu jelas tidak sesuai dengan jati diri PKS yang periode lalu pemenang pemilu dan yang sekarang pemenang kedua dan tidak rasional.

Ketika saya dipilih jadi ketua MPR tidak pernah merasa naik gunung. Atau ketika saya diperintahkan partai jadi gubernur saya turun gunung, saya hanya merasakan bagaimana menjalankan tugas yang baik bagi partai, bangsa. Selama saya menjalankan tugas hasilnya terukur.

Ketika saya jadi Presiden PKS, Alhamdulilah di DKI PKS menang pemilu, dan 2004 PKS mendapatkan kenaikan yang sangat signifikan dengan tujuh kursi menjadi 45 kursi, dari 1,3 juta pemilih menjadi 8,4 juta pemilih. Kenaikan 600 persen.

Saya ditugaskan jadi calon gubernur ya sudah, saya laksanakan saja.

Lalu bagaimana muncul nama Didik J Rachbini?
Nama Didik bukan PKS yang munculkan, tapi diajukan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Awalnya dikirim satu nama lalu kita kaji, agaknya nama ini tidak akan menambah suara atau menambah kredibilitas koalisi, lalu PKS minta nama lain, ada tiga waktu itu salah satunya Didik dan kami cepat menerima beliau karena kami sudah terbiasa di kampus, di ICMI, kegiatan LSM. Dan akhirnya kita menerima dia menjadi bagian dari kami. Tentu saja ada faktor penugasan dari partai.

Bagiamana Anda melihat Jakarta?
Jakarta itu peluang yang besar. Saya asli dari Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, tetapi sejak 1992 sudah di Jakarta. Awal saya ke Jakarta saya selesai kulaih S3 di Madinah, Saudi Arabia, saya di sini bukan keinginan saya, tetapi karena perintah senior-senior saya untuk ke Jakarta.

Lalu sesampainya saya di Jakarta saya menjadi dosen di IAIN. Lalu di Universitas Muhamadiyah Jakarta, Universitas Asyafiiyah Jakarta, aktif dengan kegiatan kampus UI dan sebagainya.

Sejak saat itu saya terbiasa naik angkot, naik bus kota, naik kopaja, naik taxi. Macet Jakarta adalah bagian sehari-hari, polusi juga, dan banjir juga bagian dari hari-hari yang saya nikmati.

Kemudian terjadilah pemilihan partai, tanpa saya minta saya diamanatkan menjadi presiden partai dan saya terpilih menjadi ketua MPR.

Sebelum jadi Ketua MPR, saya melihat Jakarta dari bajaj, bus kota, ojek, dan ketika saya di MPR saya melihat Jakarta dari sisi lain, tamu saya ada yang dari presiden, perdana menteri dari negara lain, mereka melihat bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar tapi ibukotanya semrawut begini.

Tentu dalam waktu yang bersamaan saya juga terbiasa diluar negeri bertemu dengan presiden, dan saya banyak berada di ibukota luar negeri, Jakarta ini harusnya bisa berada dalam posisi hebat.

Indonesia negara terbesar di ASEAN, tapi dengan Kuala Lumpur masih kalah jauh. Bukan hanya dari panjangnya jalan tol, tapi dari sisi tidak macetnya, tentang ketertibannya, kebersihannya tentang pengurusan birokrasinya.

Dari obsesi itu dan pengenalan sehari-hari, saya tidak rela jika Jakarta hanya begini saja, karena potensi besar yang dimiliki, harapan internasional yang luar biasa dan juga kewenangan dan anggaran yang sangat besar.

Jakarta masih banjir dan termasuk rumah saya kebanjiran. Tapi ini semakin menantang saya lebih baik lagi.

Apa solusi mengenai hal itu?
Memang tidak bisa selesai dalam sehari dua hari karena melibatkan beberapa pihak, kalau masalah banjir di Jakarta ini terkait dengan banjir kiriman, itu berarti masalah tidak sepenuhnya ada di Jakarta. Yang kirim banjir itu dari mana, jelas itu dari Depok dan Bogor. Itu artinya Pemprov DKI harus bisa komunikasi dengan Pemrov Jawa Barat. Tapi komitmen itu harus ada dan dari komunikasi itu diharapkan ada solusi yang kongkrit.

Solusi ini dalam rangka memberi keuntungan dari bukan hanya dari Jakarta tapi dari Depok dan Bogor. Misalnya Jakarta investasi dengan membeli tanah dan membuat situ atau danau tapi kemudian ini digunakan untuk taman rekreasi danau atau tempat pemancingan umum, itu pasti menguntungkan kedua belah pihak dan itu digunakan untuk tempat penampungan air yang nantinya bisa untuk PAM, atau untuk menghadirkan alternatif kekurangan listrik. Kita hadirkan pembangkit listrik yang kecil, pasti menguntungkan Bogor, Jakarta dan Depok.

Atau misalnya Bendungan Katulampa dibuat sodetan besar dengan pipa-pipa dari besi atau baja yang diameternya 30 meter untuk dialirkan ke situ agar tidak banjir. Tapi kata kuncinya adalah manajemennya ini harus dimulai sejak sebelum air sampai di Jakarta karena sekali lagi kalau paradigma banjiir kiriman berarti harus kita kerjakan.

Masalah lain menurut Anda?
Kalau kita masuk Jakarta, problem sungai di Jakarta adalah sungai yang sudah mulai dangkal, bahkan sangat dangkal tapi ternyata untuk mengeruk sungai dangkal itu kewenangannya bukan di Pemrov DKI, tapi di PU dan anggarannya ada di PU dan APBN.

Sekarang ini bukan apologi, gubernur harus mampu mengkomunikasikan ini dengan PU agar PU peduli menyelesaikan masalah ini secepatnya. Sehari-hari PU sudah mengelontorkan anggaran untuk sunggai Pesangrahan, Angke dan Pas.

Apa mungkin Gubernur DKI membelokan air Kali Krukut ke PU? Sampai mereka tahu ini ada masalah, kita tidak ingin menyelesaikan masalah dengan masalah, tapi kita ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah. Tapi kita tidak mengadaikan Jakarta.

Gubernur harus tahu betul masalah ini, sekali lagi, kalau Jakarta tidak macet itu menguntungkan semua pihak, pemerintah pusat juga, karena kalau macet tamu negara tidak bisa masuk, investasi tidak bisa masuk. Jadi memang gubernur harus bisa komunikasi dengan pemerintah pusat. Juga pada pihak provinsi di sekitarnya dan itu perlu waktu.

Perlu waktu bukan berarti gubernur tidak bekerja, hanya saja efektif atau tidak. Penyempitan bantaran sungai juga ini masalah Pemrov, karena mereka melakukan pembiaran masyarakat untuk tinggal di situ dan semakin sempit sungai yang berdampak pada lubernya air. Solusinya bukan mengusur tapi memanusiakan warga. Kita datangi mereka baik camat dan walikotanya.

Gubernur juga harus memberdayakan walikota, camat, RW, RT, sehingga bisa menyelesaikan masalah besar dan berada di garda terdepan. Karena Jakarta bukan hanya milik pribadi, tetapi milik semua.

Mengenai kawasan bantaran sungai?
Masalah bantaran sungai itu butuh solusi yang tepat, jangan anggap mereka bermasalah tetapi anggap mereka adalah kalangan terhormat. Itu butuh komunikasi.

Caranya dengan tidak buang sampah sembarangan, tapi pemerintah bukan LSM, pengamat yang bisa mengkritik. Tapi gubernur bisa mengkritik dan bisa menghadirkan solusi sekaligus. Kalau rakyat tidak boleh buang sampah sembarang, pemerintah harus menyediakan bak sampah yang dekat dengan pemukiman rakyat.

Mungkin solusi lain relokasi dan tidak jauh. Carikan tanah yang bisa dibeli, bangun rumah susun untuk membeli atau menyicil agar mereka terselamatkan dari banjir. Itu hanya suatu pemahaman untuk menyelesaikan masalah.

Kemudian keinginannya?
Saya ingin menghadirkan Jakarta yang sejahtera, modern dan berkesinambungan, itu bisa diganti dengan beragam paradigma, mungkin salah satunya business friendly. Jakarta yang dipersepsikan dunia bisnis dan internasional, dan bahwa di sini adalah tempat yang nyaman, kemacetan terurai dengan efektif.

Serta menciptakan Jakarta yang aman. Dari sisi birokrasi harus fix dan on the track dan tidak boleh hukum itu abu-abu, nanti orang yang akan berinves akan ragu. Kalau orang inves kan tergantung dengan kepastian hukum kalau hukum tidak pasti, pasti akan lari ke negara lain.

Jakarta yang aman karena hukum yang tegak, aman juga kriminalitas bisa dikurangi dengan sangat efektif dan itu beragam persoalan yang harus kita selesaikan di Jakarta, seperti banyak kasus premanisme di Jakarta. Ini menjadi sangat mengerikan, apalagi ada pemerkosaan di taksi, angkot dan ini menunjukan bukan gambaran Jakarta yang business friendly, tapi Jakarta yang mafia dan itu yang tidak boleh terjadi.

Apa untungnya business friendly?
Kemudian dengan Jakarta yang business friendly itu bisa menghasilkan BUMD yang kemudian bisa menghadirkan keuntungan dan bisa mengumpulkan APBD DKI dan dipergunakan sebesar-besarnya kepada rakyat DKI yang masih susah.

Dengan Jakarta business friendly itu juga kita bisa menyelesaikan permasalahan Jakarta seperti banjir. Kalau Jakarta punya uang lebih banyak, ada beberapa hal yang bisa dilakukan tanpa harus terkendala relasi PU tadi, misalnya membuat sodetan sungai. Ini bukan masalah memindahkan banjir tetapi mencarikan solusi.

Jakarta yang disejahterakan, ini ibukota negara jadi sewajarnya warganya mencicipi tentang keunggulan, kemakmuran Jakarta dan ini yang harus dipentingkan. Kalau itu diutamakan, menandakan negara yang madani dan itu memerlukan beberapa hal, BUMD yang efektif, kemampuan Pemprov DKI untuk membagi APBD, membangun program yang riil dan langsung ke masyarakat bawah.

Misalnya ditahun ini ada anggaran Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Rp540 juta, kita bisa meningkatkan anggaran itu, tetapi tidak juga menguap, dan harus ada pengawasan dan kerjasama dengan pihak yang sukses dalam memberdayakan masyarakat.

Cara lain membangun Jakarta?
Sebelumnya kita harus menyadari bahwa banyak ujung tombak Jakarta yang gajinya masih rendah, bahkan sebagian UMR. Perlu ditingkatkan kesejahteraan bagi para RT, RW, Lurah, petugas pertamanan pemakaman, pemadam kebakaran. Kesejahteraan mereka perlu ditingkatkan agar pelayanan mereka bisa lebih baik. Kalau tunjangan mereka masih minim, lalu bisa apa.

Jakarta yang berkelanjutan, kita berfikir membangun Jakarta itu tidak dengan memotong satu generasi, karena itu sangat rumit, karena banyak hal yang tidak mungkin.

Kita akan melanjutkan Keputusan Gubernur yang sebelumnya. Misal, dengan pembatasan truk, bebaskan kawasan Sudirman Thamrin dari SPBU itu bagus dan semacam itu layak untuk dilanjutkan. Termasuk yang dianjurkan yakni budaya Betawi yang cukup bagus, ada kreasi Batik Betawi misalnya, layak untuk dilanjutkan.

Menciptakan Jakarta yang hijau, dulu Jakarta merupakan kawasan yang hijau dengan kawasan yang penuh tumbuhan dengan kekhasannya, ada Mangga Dua, Kampung Rambutan, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Duren Tiga, Dukuh Atas, jadi alangkah indahnya jika perbanyak dengan hijaunya Jakarta tetapi dimulai dari pepohonan yang ada di Jakarta itu.

Kita perlu memanam kembali rambutan, dukuh, durian dan mangga. Semakin banyak pepohonan buah di Jakarta ini akan menciptakan pemandangan yang sangat indah, kalau berbuah pasti akan ada lebah dan pemadangan yang indah.

Ada kupu-kupu, lebah, burung adalah kota yang hidup dan layak untuk dihuni. Kalau di Singapura dan New Delhi seperti itu. Kita tidak mau seolah-olah dimulai dari nol, tidak. Tapi semua yang sudah bagus kita lanjutkan. Dengan ini kita berharap Jakarta bisa menjadi Ibukota yang setara dengan kehebatan Indonesia. Itu sebuah tantangan dan bisa diaplikasikan.

Kembali lagi mengenai kemunculan nama Anda yang tiba-tiba. Apa itu didahului oleh survei?
PKS adalah partai yang rasional, sebagaian besar aktivisnya adalah kaum intelektual tentu mereka melakukan hal-hal yang intelektual atau rasional, pasti pakai survei, dan entah bagaimana kebetulan menurut informasi hasil survei yang terpopuler saya, kedua Tifatul, hasil survei berbicara demikian. Popularitas Pak Sani juga terus membaik, dan itu sangat positif dan patut diapresiasi dan pantas diperjuangkan hingga Senin siang.

DKI menjadi faktor yang menjaga "performa" PKS. Dan untuk itulah dengan beragam komunikasi, PKS harus membuat keputusan untuk meningkatkan performanya.

Siapapun yang rasional dan mengerti peta politik di Indonesia, atau tentang Jakarta ibukota Indonesia yang memang dampak ke Internasional dan pilgub DKI yang memiliki dampak kemana-mana salah satunya 2014.

Karena tidak sampai dua tahun pilgub itu ada pemilihan umum presiden, itu waktu yang sangat pendek, jadi sangatlah wajar jika PKS memutuskan menjaga dan meningkatkan performanya.

Bagaimana Anda melihat lawan?
Kalau dikaitkan dengan kawan di dalam menghadirkan komitmen terbaik untuk Jakarta itu saya kemukakan karena saya berharap Pilgub DKI bisa jadi barometer yang positif terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia, sebab kalau nanti Pilgub DKI Jakarta adanya paradigma lawan lalu yang dilanjutkan dengan konflik antar pendukung, tawuran, berdarah-darah itu akan merusak wibawa Indonesia dengan Jakarta sebagai Ibukota.

Saya orang yang pertama kali mempermasalahkan ketika ada orang yang bilang, itu gubernur impor. Ya semestinya kita menyadari jika Jakarta diisi oleh beragam-ragam, ada Kampung Melayu, Kampung Makasar, Kampung Ambon dan yang membuat Jakarta sebagai Jakarta itu bukan orang Jakarta dia adalah Fatahillah yang datang dari Cirebon.

Tetapi tentu saya kira tidak boleh menomorduakan rekan-rekan dari Betawi karena mereka adalah fakta bagian dari penduduk asli Jakarta dan mereka orang yang terhormat.

Kawan-kawan kami ini adalah orang-orang yang hebat, mereka datang ada yang dari luar Jakarta, mempunyai pegalaman unggul di Solo, Palembang, punya LSM yang hebat seperti Faisal Basri, ada yang punya pengalaman di tentara Hendarji, atau bahkan Foke sendiri, dia juga orang hebat.

PKS bisa menghadirkan permainan yang bisa mengimbangi, Jadi saya kira wajar jika PKS menghadirkan kadernya yang bisa menghadirkan permainan yang indah dan cantik dengan keseimbangan itu.

Bila ukurannya 2007, saat itu PKS sendirian dan mendapatkan 45 persen suara. Memang tidak serta merta jika sekarang PKS berhadapan dengan lawan yang banyak maka hasilnya akan seperti itu, karena jika mereka menghadirkan kadernya pasti militansinya sangat tinggi.

Pak Didik juga Ketua DPP PAN, dan namanya dimunculkan ketua umum PAN bukan dari PKS. Beliau didukung dari PAN, anggota DPR PAN dan tentu saja diharapkan mesin PAN bersama dengan beliau. Artinya kalau kami sendirian saja bisa eksis, apalagi jika ditambah beragam masyarakat dan suku yang menyatakan komitmennya untuk mendukung kami termasuk laskar betawi.

Bagimana PKS melihat Pilkada ini?
Intinya PKS melihat event yang sangat strategis, dan sewajarnya jika PKS ikut serta mensukseskan. Saya siap kalah, tetapi partai saya tidak menurunkan saya untuk kalah.

Bagimana melihat dualisme dukungan untuk Didik?
Mesin PAN, harusnya yang bisa bicara adalah orang PAN karena mereka sudah berani mengajukan ketuanya masa mesinnya tidak bergerak, yang lainnya kan bukan apa-apa di PAN, masa mendukung yang bukan pengurus.

Kalau itu yang terjadi, itu merupakan keanehan dari 7 keajaiban dunia. Tetapi Pak Hatta harus bertanggungjawab akan hal itu. Pak Didik juga harus bekerja untuk membuatnya yakin. Gerbongnya ke sana, tetapi kalau isinya ke Hidayat Didik.

Saya mendapatkan pernyataan langsung dari ketua DPW PAN, beliau berkata sudah diperintahkan Pak Hatta untuk sepenuhnya dan seluruhnya mendukung Hidayat-Didik, itu pernyataan formal juga, nanti resminya merupakan tanggungjawab moral dari rekan-rekan PAN. Saya berharap mereka juga serius. Masa tega memberikan dukungan ke yang lain daripada ketua DPP nya sendiri.

Sebenarnya kalau untuk dukungan ke Fauzi Bowo ada celah kesalahan mereka, katanya dukungan dari PAN diberikan ke Foke dan Adang, tapi ketika berubah menjadi Fauzi dan Nara katanya belum pernah dikomunikasikan oleh DPP dan belum mereka berikan rekomendasi dukungan, itu merupakan tantangan dari PAN jika mereka mengajukan Didik Rachbini ke PKS.

Ada kekhawatiran jika Pak Hidayat naik, akan disamakan dengan Depok, misalnya karaoke ditutup?
Itu kekhawatiran sebagian orang di beragam forum, saya menjawab dengan logika sejenis. PKS bukan baru akan memimpin, bukan baru akan punya gubernur, PKS sudah punya gubernur Jawa Barat, Sumatera Barat dan PLT Gubernur Sumatra Utara. Dan adakah satu yang dikhawatirkan anda dengan ketiga provinsi itu.

Sementara Depok?
Itu peraturan perundang-undangan. Perda bukan hanya dibuat saat fatwa saja, Perda memang selama ini ada. Kita ini ada di Indonesia, dan Pemda itu bukan lembaga yang otonom semuanya mau kita lihat dari sisi perundangan, dan pasti ada hirarki yang sudah diatur sedemikian rupa dan tidak bertentangan dengan aturan diatasnya.

Sekarang dudukan saja, segala sesuatu di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kalau boleh dan tidak melanggar peraturan perundangan tidak mungkin dilarang.

Tapi sekalipun misalnya agama dan tidak sesuai dengan aturan perundangan, misalnya merajam orang misalnya tiba-tiba ada orang yang melakukan perzinahan lalu dilempari batu, dia pasti akan dikenakan sanksi hukum yang lain. Jadi intinya kita sudah sepakat dengan Indonesia di mana peraturan perundangannya jelas kita laksanakan itu.

Yang diperlukan adalah bagaimana masyarakat memahami peraturan perundangan yang ada, kalau mau berbisnis yah harus sesuai dengan peraturan yang ada. Dan aturan perundangan yang membatasi itu bukan hanya di Indonesia, di negara-negara seperti Inggris, Amerika pasti ada hal yang tidak boleh dilakukan dan boleh dilakukan, Anda kemana saja pasti begitu. Intinya, apa kata UU laksanakan itu.

Kalau satu produk perundangan bertentangan dengan UU di atasnya itu Anda bisa melakukan judicial review ke MA, kalau terkait dengan UUD anda bisa melakukan ke MK, dan anda bisa mengalahkan UU yang dibuat oleh siapapun. Oleh DPR, gubernur itupun kalau ternyata berlawan dengan UUD.

Tidak ada pengawasan Mendagri kepada peraturan daerah, kalau bertentangan kan pasti dicabut, misalnya wacana pencabutan Perda miras, ada yang dicabut Indramayu, Bandung dan Tangerang. Anda pasti tahu siapa kepala daerahnya, dan itu bukan PKS, jadi kenapa yang diperkarakan PKS. Itu yang menurut saya tidak rasional.

Kalau jadi Gubernur, bagaimana dengan FPI?
Sekali lagi, negara kita adalah negara hukum, mau FPI, JIL, LBH, kalau tidak melanggar hukum tidak bisa diapa-apakan.

Kalau merusak?
Kalau merusak itu melanggar hukum ya pasti ada hukum yang mengatur, tetapi kenapa tidak mempermasalahkan premanisme yang bukan hanya merusak tetapi membunuh orang, itu kan tidak adil.

Saya ingin melihat dari pendekatan bagaimana publik mempermaslahkan yang ada di lapangan. Ternyata yang dipermasalahkan adalah hanya kelompok-kelompok tertentu, sedangkan kelompok yang lain tidak. Tapi jika hanya FPI yang dipermasalahkan nantinya pasti dia akan semakin melakukan tindakan yang radikal karena merasa diperlakukan tidak adil.

Saya tahu FPI tidak semuanya seperti itu, dulu Habib Rizieq pernah membekukan FPI karena banyak penyusup yang masuk FPI dan merusak citra FPI. Bahkan dia kooperatif dengan polisi untuk melakukan pengeledahan karena dia tahu banyak penyusup.

Jadi kata kunci, PKS bukan FPI, dan rekan FPI punya pilihan partai yang lain. PKS organisasi politik dan bukan ormas.

Orang PKS yang nantinya menjadi gubernur, di manapun mereka akan diberikan kepada peraturan perundangan. Kalau salah siapapun dia ya salah mau pakai nama apapun harus dihukum kalau salah. Begitulah hukum dan keadilan.

Tapi tentu saja menghimbau warga untuk tidak anarkis dan pengadilan jalanan, harus ditegakan dengan hukum. Polisi dan jaksa harus bekerja secara maksimal.

Kembali mengenai pemikiran. Bagaimana strategi Anda mengurangi kemacetan dan bagaimana koordinasi dengan wilayah penyanggah kota Jakarta?
Tentu saja menyelesaikan Jakarta tentu bukan dari Jakarta, karena tadi ada banjir kiriman, penduduk malam kota Jakarta berbeda pada siang hari itu artinya ada pendatang dari luar kota Jakarta, antrean masuk kota Jakarta dari Depok, Bekasi, Tangerang dan itu luar biasa.

Karenanya memang, banyak yang menguji kami agar bisa membuat payung hukum yang kuat untuk menghadirkan koordinasi yang efektif penyelesaian masalah Jakarta. Mungkin yang diperlukan adalah bagaimana justru Pemrpov DKI tidak mengurangi kewenangan otonomi bagi daerah yang lain kemudian harus dijadikan kiblat.

Gubernur DKI harus turun dan harus mampu berkomunikasi untuk lebih banyak semacam memberikan konsensi, untuk mencarikan solusi ini bahwa banyak permasalah Jakarta datangnya dari luar. Selama ini orang mempersepsikan dua terminologi, pusat dan daerah, kalau daerah itu kelas dua, kalau Jakarta adalah segala-galanya.

Tapi kalau kita coba balik, di mana gubernur yang mau mendatangi, mendengar bahkan memberikan konsensi lebih banyak untuk kemaslahatan semuanya, dan juga sangat dipentingkan adalah bukan logika saling mengancam tetapi mengedepankan pendekatan saling menguntungkan dengan porsi Jakarta lebih banyak memberikan masukan karena Jakarta memang punya kemampuan ekonomis dan APBD dari sisi ekonomi yang bisa dibagi.

Kalau pak Hidayat mengatasi Jakarta dengan apa?
Pertama, kalau kita urai kemacetan Jakarta datang dari dua kawasan besar dari kawasan yang datang dari dalam Jakarta dan di luar Jakarta. Yang datang dari luar Jakarta tidak kurang dari 800 ribu kendaraan setiap hari, dan itu jumlah yang sangat signifikan, kalau bisa setengahnya saja diparkirkan buat aman dan nyaman oleh Pemrov DKI, itu sudah mengurangi kemacetan Jakarta secara efektif.

Dua, dari situ juga harus dibuatkan angkutan massa yang bernana busway, monorail, subway atau kereta yang commuter itu.

Dari luar kita cegat dari beberapa titik Jakarta dengan memberikan alternatif perparkiran yang aman dan nyaman dan sekaligus mereka bisa melanjutkan perjalanan yang aman dan nyaman dengan beragam transportasi massal.

Dari dalam kota Jakarta juga permasalahan muncul, salah satu solusinya menghadirkan TransJakarta yang aman dan nyaman agar tidak cenderung menggunakan kendaraan pribadi dan mereka bisa menggunakan TransJakarta.

Salah satu problemnya itu, jumlah armada Transjakarta tidak memadai pada waktu sibuk, siang haripun tidak memadai. Mereka harus antre berjam-jam untuk menunggu Tranjakarta, siapa yang nyaman dengan kondisi seperti ini, pasti kembali lagi ke mobil pribadi. Solusinya memperbanyak armada Transjakarta sehingga perjalanannya lancar dan cepat.

Ketiga, tentu koridor busway itu masih terbatas belum menjangkau kawasan lain, untuk itu diperlukan penambahan koridor busway sehingga bisa mencangkup jarak-jarak yang cukup jauh.

Keempat, masih saja berkeliaran mobil yang sudah kadaluarsa, karenanya dapat menghadirkan knalpot yang asapnya menggangu kesehatan dan udara, untuk itu Uji kir kendaraan bisa dilakukan sangat ketat sehingga hanya mobil yang betul lolos uji yang bisa layak jalan dan dari situ bisa dilakukan pengurangan kendaraan.

Kemudian, buat peraturan jika ingin membeli mobil diwajibkan untuk menyediakan tempat parkir. Karena sebagain macet itu disebabkan mereka parkir dipinggir jalan.

Kemacetan kan kuncinya transportasi massal, apa mau buat moda transportasi baru dalam waktu dekat?
Saya kira yang paling bagus adalah melanjutkan transportasi massal yang sudah ada, misalnya Transjakarta hanya yang menjadi masalahnya adalah armadanya sehingga menghadirkan anomali, satu pihak jalur busway kosong melompong di yang lain malah padat.

Melanjutkan dalam arti menambah jumlah armada. Pendekatan yang berikutnya adalah dengan menghadirkan jenis transportasi massal yang efektif dan ada busway, monorail, ada jalur pejalan kaki, jalur untuk sepeda, itu di Bangkok dan itu juga bagian yang patut juga dipikirkan.

Dari hal itu yang paling dekat adalah memaksimalkan TransJakarta. Mulai digarap uji kir dilanjutkan dan diketati, perparkiran di pintu masuk Jakarta.

Kira-kira menang satu putaran tidak?
Kalau menurut rekan-rekan bagaimana? Kalau satu putaran kan tidak seru.

Bagaimana perhitungannya?
Kalau umumnya kan sudah tau, ada enam kandidat, kemenangan di Jakarta kan tidak seperti kemenangan di luar Jakarta. Kalau di luar Jakarta 31 persen, kalau di Jakarta 51 persen. Dengan enam kandidat kelas gajah bukan perkara gampang.

Tapi kalau PKS lari maraton itu kan biasa, intinya kami siap dan sekarang sedang mengetuk sejuta pintu yang secara umum perlu diyakinkan kembali. Pengenalan publik saya di Jakarta 89 persen, itu sisa-sisa pengenalan jaman 2004. Sekarang kami lebih efektif. Kita tidak ingin kegagalan di Banten, Bekasi lanjut di Jakarta, ini harus dibayar dan harus punya spirit juang tapi tidak boleh berlebihan.

Paling berat siapa?

Kami tidak melihat siapa yang berat dan teringan. Semuanya punya potensi yang bagus dan dipercaya oleh masyarakat karena mereka punya track record yang bagus, tinggal bagaimana masyarakat Jakarta berfikir secara rasional dan tentu harapannya adalah birokrasi melaksanakan tugasnya tidak boleh berpihak secara terbuka dan tertutup.

Taglinenya apa?
"Ayo Beresin Jakarta"
(www.islamedia.web.id)

Artikel Terkait

Share this Article on :

Posting Komentar

 

© Copyright DPC PKS Lawang 2010 -2011 | Redesign by PKS Lawang | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.