Islamedia -
Bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Hidayat Nur Wahid, menyempatkan diri berkunjung ke redaksi VIVAnews.com
di lantai 31 Menara Standard Chartered, Jalan Dr Satrio, Jakarta, Selasa
3 April 2012 lalu.
Datang dengan
menggenakan kemeja oranye, mantan Ketua MPR RI periode 2004-2009 itu
bercerita seputar macet dan banjir Jakarta, serta kesiapannya menjadi
Cagub DKI Jakarta. Sebelumnya nama Hidayat tidak pernah muncul dalam
perebutan kursi orang nomor satu di Ibukota.
Hidayat Nur Wahid
yang berpasangan dengan Didik Rachbini itu mengaku tidak pernah
menyangka ditunjuk untuk maju. Bahkan saat ditetapkan DPP PKS, ia sempat
kaget lantaran partainya sudah mempersiapkan Triwicaksana.
"Kalau Anda kaget,
saya juga kaget. Saya tidak pernah minta dan saya mimpikan. Tidak pernah
saya kasak-kusuk untuk mendapatkan posisi ini," ujar Hidayat.
Berbicara tegas
sambil menggerakkan tangannya, Hidayat Nur Wahid juga bercerita banyak
soal proses pemilihan dirinya yang begitu cepat. Ia sempat mendorong
agar Triwicaksana atau biasa dipanggil Sani tetap dimajukan sebagai
calon gubernur. Lihat foto kunjungan Hidayat Nur Wahid di sini.
Berikut wawancara Hidayat Nur Wahid dengan VIVAnews:
Bagaimana PKS akhirnya memilih Anda?
Kalau
Anda kaget, saya juga kaget. Saya tidak pernah minta, dan saya
mimpikan, tidak pernah saya kasak-kusuk untuk mendapatkan posisi ini.
Minggu dan Senin saya diajak rapat, dan saya selalu mendorong agar apa
yang sudah dipersiapkan yakni Bang Sani dimajukan dengan beragam
argumentasi.
Sampai hari Senin
saya mengajukan alternatif. Ada dua dari independen, dua Gubernur, dan
dua walikota, Jokowi dan Nurmahmudi dipasangkan dengan Sani. Itu pernah
muncul, karena Nurmahmudi sudah dua kali menjadi Walikota Depok, dan itu
cukup kalau masuk Jakarta.
Sampai Senin, saya
rapat Komisi I DPR, dan ada rekan-rekan PDIP dan saya berkomunikasi
bagimana kalau Jokowi-Sani dipasangkan. Jadi singkatannya nanti (Joni).
PDIP menyambut antusias, Gerindra juga antusias. Tapi saat
dikomunikasikan dengan Ibu Mega, ternyata beliau sudah punya komitmen
dengan Prabowo yang sudah punya calon.
Sekitar pukul 16.00
WIB, saya ditelepon presiden PKS, dan Ketua Majelis Syuro PKS untuk
datang ke DPP. Saya disodori map untuk ditandatangi yang isinya saya
diputuskan untuk maju. Di situ ada Bang Sani dan saya tanyakan ke Sani
bagaimana ini, beliau mengatakan rela karena itu keputusan partai.
Bang Sani ada saat itu?
Iya.
Dia juga dilibatkan dalam prosesnya. Memang tidak mungkin juga PKS
sebagai pememang kedua malah tidak maju, atau mati angin di titik
terakhir, dan itu jelas tidak sesuai dengan jati diri PKS yang periode
lalu pemenang pemilu dan yang sekarang pemenang kedua dan tidak
rasional.
Ketika saya dipilih
jadi ketua MPR tidak pernah merasa naik gunung. Atau ketika saya
diperintahkan partai jadi gubernur saya turun gunung, saya hanya
merasakan bagaimana menjalankan tugas yang baik bagi partai, bangsa.
Selama saya menjalankan tugas hasilnya terukur.
Ketika saya jadi
Presiden PKS, Alhamdulilah di DKI PKS menang pemilu, dan 2004 PKS
mendapatkan kenaikan yang sangat signifikan dengan tujuh kursi menjadi
45 kursi, dari 1,3 juta pemilih menjadi 8,4 juta pemilih. Kenaikan 600
persen.
Saya ditugaskan jadi calon gubernur ya sudah, saya laksanakan saja.
Lalu bagaimana muncul nama Didik J Rachbini?
Nama
Didik bukan PKS yang munculkan, tapi diajukan Ketua Umum PAN Hatta
Rajasa. Awalnya dikirim satu nama lalu kita kaji, agaknya nama ini tidak
akan menambah suara atau menambah kredibilitas koalisi, lalu PKS minta
nama lain, ada tiga waktu itu salah satunya Didik dan kami cepat
menerima beliau karena kami sudah terbiasa di kampus, di ICMI, kegiatan
LSM. Dan akhirnya kita menerima dia menjadi bagian dari kami. Tentu saja
ada faktor penugasan dari partai.
Bagiamana Anda melihat Jakarta?
Jakarta
itu peluang yang besar. Saya asli dari Prambanan, Klaten, Jawa Tengah,
tetapi sejak 1992 sudah di Jakarta. Awal saya ke Jakarta saya selesai
kulaih S3 di Madinah, Saudi Arabia, saya di sini bukan keinginan saya,
tetapi karena perintah senior-senior saya untuk ke Jakarta.
Lalu sesampainya
saya di Jakarta saya menjadi dosen di IAIN. Lalu di Universitas
Muhamadiyah Jakarta, Universitas Asyafiiyah Jakarta, aktif dengan
kegiatan kampus UI dan sebagainya.
Sejak saat itu saya
terbiasa naik angkot, naik bus kota, naik kopaja, naik taxi. Macet
Jakarta adalah bagian sehari-hari, polusi juga, dan banjir juga bagian
dari hari-hari yang saya nikmati.
Kemudian terjadilah
pemilihan partai, tanpa saya minta saya diamanatkan menjadi presiden
partai dan saya terpilih menjadi ketua MPR.
Sebelum jadi Ketua
MPR, saya melihat Jakarta dari bajaj, bus kota, ojek, dan ketika saya di
MPR saya melihat Jakarta dari sisi lain, tamu saya ada yang dari
presiden, perdana menteri dari negara lain, mereka melihat bahwa
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar tapi ibukotanya semrawut
begini.
Tentu dalam waktu
yang bersamaan saya juga terbiasa diluar negeri bertemu dengan presiden,
dan saya banyak berada di ibukota luar negeri, Jakarta ini harusnya
bisa berada dalam posisi hebat.
Indonesia negara
terbesar di ASEAN, tapi dengan Kuala Lumpur masih kalah jauh. Bukan
hanya dari panjangnya jalan tol, tapi dari sisi tidak macetnya, tentang
ketertibannya, kebersihannya tentang pengurusan birokrasinya.
Dari obsesi itu dan
pengenalan sehari-hari, saya tidak rela jika Jakarta hanya begini saja,
karena potensi besar yang dimiliki, harapan internasional yang luar
biasa dan juga kewenangan dan anggaran yang sangat besar.
Jakarta masih banjir dan termasuk rumah saya kebanjiran. Tapi ini semakin menantang saya lebih baik lagi.
Apa solusi mengenai hal itu?
Memang
tidak bisa selesai dalam sehari dua hari karena melibatkan beberapa
pihak, kalau masalah banjir di Jakarta ini terkait dengan banjir
kiriman, itu berarti masalah tidak sepenuhnya ada di Jakarta. Yang kirim
banjir itu dari mana, jelas itu dari Depok dan Bogor. Itu artinya
Pemprov DKI harus bisa komunikasi dengan Pemrov Jawa Barat. Tapi
komitmen itu harus ada dan dari komunikasi itu diharapkan ada solusi
yang kongkrit.
Solusi ini dalam
rangka memberi keuntungan dari bukan hanya dari Jakarta tapi dari Depok
dan Bogor. Misalnya Jakarta investasi dengan membeli tanah dan membuat
situ atau danau tapi kemudian ini digunakan untuk taman rekreasi danau
atau tempat pemancingan umum, itu pasti menguntungkan kedua belah pihak
dan itu digunakan untuk tempat penampungan air yang nantinya bisa untuk
PAM, atau untuk menghadirkan alternatif kekurangan listrik. Kita
hadirkan pembangkit listrik yang kecil, pasti menguntungkan Bogor,
Jakarta dan Depok.
Atau misalnya
Bendungan Katulampa dibuat sodetan besar dengan pipa-pipa dari besi atau
baja yang diameternya 30 meter untuk dialirkan ke situ agar tidak
banjir. Tapi kata kuncinya adalah manajemennya ini harus dimulai sejak
sebelum air sampai di Jakarta karena sekali lagi kalau paradigma banjiir
kiriman berarti harus kita kerjakan.
Masalah lain menurut Anda?
Kalau
kita masuk Jakarta, problem sungai di Jakarta adalah sungai yang sudah
mulai dangkal, bahkan sangat dangkal tapi ternyata untuk mengeruk sungai
dangkal itu kewenangannya bukan di Pemrov DKI, tapi di PU dan
anggarannya ada di PU dan APBN.
Sekarang ini bukan
apologi, gubernur harus mampu mengkomunikasikan ini dengan PU agar PU
peduli menyelesaikan masalah ini secepatnya. Sehari-hari PU sudah
mengelontorkan anggaran untuk sunggai Pesangrahan, Angke dan Pas.
Apa mungkin Gubernur
DKI membelokan air Kali Krukut ke PU? Sampai mereka tahu ini ada
masalah, kita tidak ingin menyelesaikan masalah dengan masalah, tapi
kita ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah. Tapi kita tidak
mengadaikan Jakarta.
Gubernur harus tahu
betul masalah ini, sekali lagi, kalau Jakarta tidak macet itu
menguntungkan semua pihak, pemerintah pusat juga, karena kalau macet
tamu negara tidak bisa masuk, investasi tidak bisa masuk. Jadi memang
gubernur harus bisa komunikasi dengan pemerintah pusat. Juga pada pihak
provinsi di sekitarnya dan itu perlu waktu.
Perlu waktu bukan
berarti gubernur tidak bekerja, hanya saja efektif atau tidak.
Penyempitan bantaran sungai juga ini masalah Pemrov, karena mereka
melakukan pembiaran masyarakat untuk tinggal di situ dan semakin sempit
sungai yang berdampak pada lubernya air. Solusinya bukan mengusur tapi
memanusiakan warga. Kita datangi mereka baik camat dan walikotanya.
Gubernur juga harus
memberdayakan walikota, camat, RW, RT, sehingga bisa menyelesaikan
masalah besar dan berada di garda terdepan. Karena Jakarta bukan hanya
milik pribadi, tetapi milik semua.
Mengenai kawasan bantaran sungai?
Masalah
bantaran sungai itu butuh solusi yang tepat, jangan anggap mereka
bermasalah tetapi anggap mereka adalah kalangan terhormat. Itu butuh
komunikasi.
Caranya dengan tidak
buang sampah sembarangan, tapi pemerintah bukan LSM, pengamat yang bisa
mengkritik. Tapi gubernur bisa mengkritik dan bisa menghadirkan solusi
sekaligus. Kalau rakyat tidak boleh buang sampah sembarang, pemerintah
harus menyediakan bak sampah yang dekat dengan pemukiman rakyat.
Mungkin solusi lain
relokasi dan tidak jauh. Carikan tanah yang bisa dibeli, bangun rumah
susun untuk membeli atau menyicil agar mereka terselamatkan dari banjir.
Itu hanya suatu pemahaman untuk menyelesaikan masalah.
Kemudian keinginannya?
Saya
ingin menghadirkan Jakarta yang sejahtera, modern dan berkesinambungan,
itu bisa diganti dengan beragam paradigma, mungkin salah satunya
business friendly. Jakarta yang dipersepsikan dunia bisnis dan
internasional, dan bahwa di sini adalah tempat yang nyaman, kemacetan
terurai dengan efektif.
Serta menciptakan
Jakarta yang aman. Dari sisi birokrasi harus fix dan on the track dan
tidak boleh hukum itu abu-abu, nanti orang yang akan berinves akan ragu.
Kalau orang inves kan tergantung dengan kepastian hukum kalau hukum
tidak pasti, pasti akan lari ke negara lain.
Jakarta yang aman
karena hukum yang tegak, aman juga kriminalitas bisa dikurangi dengan
sangat efektif dan itu beragam persoalan yang harus kita selesaikan di
Jakarta, seperti banyak kasus premanisme di Jakarta. Ini menjadi sangat
mengerikan, apalagi ada pemerkosaan di taksi, angkot dan ini menunjukan
bukan gambaran Jakarta yang business friendly, tapi Jakarta yang mafia
dan itu yang tidak boleh terjadi.
Apa untungnya business friendly?
Kemudian
dengan Jakarta yang business friendly itu bisa menghasilkan BUMD yang
kemudian bisa menghadirkan keuntungan dan bisa mengumpulkan APBD DKI dan
dipergunakan sebesar-besarnya kepada rakyat DKI yang masih susah.
Dengan Jakarta
business friendly itu juga kita bisa menyelesaikan permasalahan Jakarta
seperti banjir. Kalau Jakarta punya uang lebih banyak, ada beberapa hal
yang bisa dilakukan tanpa harus terkendala relasi PU tadi, misalnya
membuat sodetan sungai. Ini bukan masalah memindahkan banjir tetapi
mencarikan solusi.
Jakarta yang
disejahterakan, ini ibukota negara jadi sewajarnya warganya mencicipi
tentang keunggulan, kemakmuran Jakarta dan ini yang harus dipentingkan.
Kalau itu diutamakan, menandakan negara yang madani dan itu memerlukan
beberapa hal, BUMD yang efektif, kemampuan Pemprov DKI untuk membagi
APBD, membangun program yang riil dan langsung ke masyarakat bawah.
Misalnya ditahun ini
ada anggaran Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Rp540
juta, kita bisa meningkatkan anggaran itu, tetapi tidak juga menguap,
dan harus ada pengawasan dan kerjasama dengan pihak yang sukses dalam
memberdayakan masyarakat.
Cara lain membangun Jakarta?
Sebelumnya
kita harus menyadari bahwa banyak ujung tombak Jakarta yang gajinya
masih rendah, bahkan sebagian UMR. Perlu ditingkatkan kesejahteraan bagi
para RT, RW, Lurah, petugas pertamanan pemakaman, pemadam kebakaran.
Kesejahteraan mereka perlu ditingkatkan agar pelayanan mereka bisa lebih
baik. Kalau tunjangan mereka masih minim, lalu bisa apa.
Jakarta yang
berkelanjutan, kita berfikir membangun Jakarta itu tidak dengan memotong
satu generasi, karena itu sangat rumit, karena banyak hal yang tidak
mungkin.
Kita akan
melanjutkan Keputusan Gubernur yang sebelumnya. Misal, dengan pembatasan
truk, bebaskan kawasan Sudirman Thamrin dari SPBU itu bagus dan semacam
itu layak untuk dilanjutkan. Termasuk yang dianjurkan yakni budaya
Betawi yang cukup bagus, ada kreasi Batik Betawi misalnya, layak untuk
dilanjutkan.
Menciptakan Jakarta
yang hijau, dulu Jakarta merupakan kawasan yang hijau dengan kawasan
yang penuh tumbuhan dengan kekhasannya, ada Mangga Dua, Kampung
Rambutan, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Duren Tiga, Dukuh Atas, jadi
alangkah indahnya jika perbanyak dengan hijaunya Jakarta tetapi dimulai
dari pepohonan yang ada di Jakarta itu.
Kita perlu memanam
kembali rambutan, dukuh, durian dan mangga. Semakin banyak pepohonan
buah di Jakarta ini akan menciptakan pemandangan yang sangat indah,
kalau berbuah pasti akan ada lebah dan pemadangan yang indah.
Ada kupu-kupu,
lebah, burung adalah kota yang hidup dan layak untuk dihuni. Kalau di
Singapura dan New Delhi seperti itu. Kita tidak mau seolah-olah dimulai
dari nol, tidak. Tapi semua yang sudah bagus kita lanjutkan. Dengan ini
kita berharap Jakarta bisa menjadi Ibukota yang setara dengan kehebatan
Indonesia. Itu sebuah tantangan dan bisa diaplikasikan.
Kembali lagi mengenai kemunculan nama Anda yang tiba-tiba. Apa itu didahului oleh survei?
PKS
adalah partai yang rasional, sebagaian besar aktivisnya adalah kaum
intelektual tentu mereka melakukan hal-hal yang intelektual atau
rasional, pasti pakai survei, dan entah bagaimana kebetulan menurut
informasi hasil survei yang terpopuler saya, kedua Tifatul, hasil survei
berbicara demikian. Popularitas Pak Sani juga terus membaik, dan itu
sangat positif dan patut diapresiasi dan pantas diperjuangkan hingga
Senin siang.
DKI menjadi faktor
yang menjaga "performa" PKS. Dan untuk itulah dengan beragam komunikasi,
PKS harus membuat keputusan untuk meningkatkan performanya.
Siapapun yang
rasional dan mengerti peta politik di Indonesia, atau tentang Jakarta
ibukota Indonesia yang memang dampak ke Internasional dan pilgub DKI
yang memiliki dampak kemana-mana salah satunya 2014.
Karena tidak sampai
dua tahun pilgub itu ada pemilihan umum presiden, itu waktu yang sangat
pendek, jadi sangatlah wajar jika PKS memutuskan menjaga dan
meningkatkan performanya.
Bagaimana Anda melihat lawan?
Kalau
dikaitkan dengan kawan di dalam menghadirkan komitmen terbaik untuk
Jakarta itu saya kemukakan karena saya berharap Pilgub DKI bisa jadi
barometer yang positif terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia, sebab
kalau nanti Pilgub DKI Jakarta adanya paradigma lawan lalu yang
dilanjutkan dengan konflik antar pendukung, tawuran, berdarah-darah itu
akan merusak wibawa Indonesia dengan Jakarta sebagai Ibukota.
Saya orang yang
pertama kali mempermasalahkan ketika ada orang yang bilang, itu gubernur
impor. Ya semestinya kita menyadari jika Jakarta diisi oleh
beragam-ragam, ada Kampung Melayu, Kampung Makasar, Kampung Ambon dan
yang membuat Jakarta sebagai Jakarta itu bukan orang Jakarta dia adalah
Fatahillah yang datang dari Cirebon.
Tetapi tentu saya
kira tidak boleh menomorduakan rekan-rekan dari Betawi karena mereka
adalah fakta bagian dari penduduk asli Jakarta dan mereka orang yang
terhormat.
Kawan-kawan kami ini
adalah orang-orang yang hebat, mereka datang ada yang dari luar
Jakarta, mempunyai pegalaman unggul di Solo, Palembang, punya LSM yang
hebat seperti Faisal Basri, ada yang punya pengalaman di tentara
Hendarji, atau bahkan Foke sendiri, dia juga orang hebat.
PKS bisa
menghadirkan permainan yang bisa mengimbangi, Jadi saya kira wajar jika
PKS menghadirkan kadernya yang bisa menghadirkan permainan yang indah
dan cantik dengan keseimbangan itu.
Bila ukurannya 2007,
saat itu PKS sendirian dan mendapatkan 45 persen suara. Memang tidak
serta merta jika sekarang PKS berhadapan dengan lawan yang banyak maka
hasilnya akan seperti itu, karena jika mereka menghadirkan kadernya
pasti militansinya sangat tinggi.
Pak Didik juga Ketua
DPP PAN, dan namanya dimunculkan ketua umum PAN bukan dari PKS. Beliau
didukung dari PAN, anggota DPR PAN dan tentu saja diharapkan mesin PAN
bersama dengan beliau. Artinya kalau kami sendirian saja bisa eksis,
apalagi jika ditambah beragam masyarakat dan suku yang menyatakan
komitmennya untuk mendukung kami termasuk laskar betawi.
Bagimana PKS melihat Pilkada ini?
Intinya
PKS melihat event yang sangat strategis, dan sewajarnya jika PKS ikut
serta mensukseskan. Saya siap kalah, tetapi partai saya tidak menurunkan
saya untuk kalah.
Bagimana melihat dualisme dukungan untuk Didik?
Mesin
PAN, harusnya yang bisa bicara adalah orang PAN karena mereka sudah
berani mengajukan ketuanya masa mesinnya tidak bergerak, yang lainnya
kan bukan apa-apa di PAN, masa mendukung yang bukan pengurus.
Kalau itu yang
terjadi, itu merupakan keanehan dari 7 keajaiban dunia. Tetapi Pak Hatta
harus bertanggungjawab akan hal itu. Pak Didik juga harus bekerja untuk
membuatnya yakin. Gerbongnya ke sana, tetapi kalau isinya ke Hidayat
Didik.
Saya mendapatkan
pernyataan langsung dari ketua DPW PAN, beliau berkata sudah
diperintahkan Pak Hatta untuk sepenuhnya dan seluruhnya mendukung
Hidayat-Didik, itu pernyataan formal juga, nanti resminya merupakan
tanggungjawab moral dari rekan-rekan PAN. Saya berharap mereka juga
serius. Masa tega memberikan dukungan ke yang lain daripada ketua DPP
nya sendiri.
Sebenarnya kalau
untuk dukungan ke Fauzi Bowo ada celah kesalahan mereka, katanya
dukungan dari PAN diberikan ke Foke dan Adang, tapi ketika berubah
menjadi Fauzi dan Nara katanya belum pernah dikomunikasikan oleh DPP dan
belum mereka berikan rekomendasi dukungan, itu merupakan tantangan dari
PAN jika mereka mengajukan Didik Rachbini ke PKS.
Ada kekhawatiran jika Pak Hidayat naik, akan disamakan dengan Depok, misalnya karaoke ditutup?
Itu
kekhawatiran sebagian orang di beragam forum, saya menjawab dengan
logika sejenis. PKS bukan baru akan memimpin, bukan baru akan punya
gubernur, PKS sudah punya gubernur Jawa Barat, Sumatera Barat dan PLT
Gubernur Sumatra Utara. Dan adakah satu yang dikhawatirkan anda dengan
ketiga provinsi itu.
Sementara Depok?
Itu
peraturan perundang-undangan. Perda bukan hanya dibuat saat fatwa saja,
Perda memang selama ini ada. Kita ini ada di Indonesia, dan Pemda itu
bukan lembaga yang otonom semuanya mau kita lihat dari sisi perundangan,
dan pasti ada hirarki yang sudah diatur sedemikian rupa dan tidak
bertentangan dengan aturan diatasnya.
Sekarang dudukan
saja, segala sesuatu di Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, kalau boleh dan tidak melanggar peraturan
perundangan tidak mungkin dilarang.
Tapi sekalipun
misalnya agama dan tidak sesuai dengan aturan perundangan, misalnya
merajam orang misalnya tiba-tiba ada orang yang melakukan perzinahan
lalu dilempari batu, dia pasti akan dikenakan sanksi hukum yang lain.
Jadi intinya kita sudah sepakat dengan Indonesia di mana peraturan
perundangannya jelas kita laksanakan itu.
Yang diperlukan
adalah bagaimana masyarakat memahami peraturan perundangan yang ada,
kalau mau berbisnis yah harus sesuai dengan peraturan yang ada. Dan
aturan perundangan yang membatasi itu bukan hanya di Indonesia, di
negara-negara seperti Inggris, Amerika pasti ada hal yang tidak boleh
dilakukan dan boleh dilakukan, Anda kemana saja pasti begitu. Intinya,
apa kata UU laksanakan itu.
Kalau satu produk
perundangan bertentangan dengan UU di atasnya itu Anda bisa melakukan
judicial review ke MA, kalau terkait dengan UUD anda bisa melakukan ke
MK, dan anda bisa mengalahkan UU yang dibuat oleh siapapun. Oleh DPR,
gubernur itupun kalau ternyata berlawan dengan UUD.
Tidak ada pengawasan
Mendagri kepada peraturan daerah, kalau bertentangan kan pasti dicabut,
misalnya wacana pencabutan Perda miras, ada yang dicabut Indramayu,
Bandung dan Tangerang. Anda pasti tahu siapa kepala daerahnya, dan itu
bukan PKS, jadi kenapa yang diperkarakan PKS. Itu yang menurut saya
tidak rasional.
Kalau jadi Gubernur, bagaimana dengan FPI?
Sekali lagi, negara kita adalah negara hukum, mau FPI, JIL, LBH, kalau tidak melanggar hukum tidak bisa diapa-apakan.
Kalau merusak?
Kalau
merusak itu melanggar hukum ya pasti ada hukum yang mengatur, tetapi
kenapa tidak mempermasalahkan premanisme yang bukan hanya merusak tetapi
membunuh orang, itu kan tidak adil.
Saya ingin melihat
dari pendekatan bagaimana publik mempermaslahkan yang ada di lapangan.
Ternyata yang dipermasalahkan adalah hanya kelompok-kelompok tertentu,
sedangkan kelompok yang lain tidak. Tapi jika hanya FPI yang
dipermasalahkan nantinya pasti dia akan semakin melakukan tindakan yang
radikal karena merasa diperlakukan tidak adil.
Saya tahu FPI tidak
semuanya seperti itu, dulu Habib Rizieq pernah membekukan FPI karena
banyak penyusup yang masuk FPI dan merusak citra FPI. Bahkan dia
kooperatif dengan polisi untuk melakukan pengeledahan karena dia tahu
banyak penyusup.
Jadi kata kunci, PKS bukan FPI, dan rekan FPI punya pilihan partai yang lain. PKS organisasi politik dan bukan ormas.
Orang PKS yang
nantinya menjadi gubernur, di manapun mereka akan diberikan kepada
peraturan perundangan. Kalau salah siapapun dia ya salah mau pakai nama
apapun harus dihukum kalau salah. Begitulah hukum dan keadilan.
Tapi tentu saja
menghimbau warga untuk tidak anarkis dan pengadilan jalanan, harus
ditegakan dengan hukum. Polisi dan jaksa harus bekerja secara maksimal.
Kembali mengenai
pemikiran. Bagaimana strategi Anda mengurangi kemacetan dan bagaimana
koordinasi dengan wilayah penyanggah kota Jakarta?
Tentu
saja menyelesaikan Jakarta tentu bukan dari Jakarta, karena tadi ada
banjir kiriman, penduduk malam kota Jakarta berbeda pada siang hari itu
artinya ada pendatang dari luar kota Jakarta, antrean masuk kota Jakarta
dari Depok, Bekasi, Tangerang dan itu luar biasa.
Karenanya memang,
banyak yang menguji kami agar bisa membuat payung hukum yang kuat untuk
menghadirkan koordinasi yang efektif penyelesaian masalah Jakarta.
Mungkin yang diperlukan adalah bagaimana justru Pemrpov DKI tidak
mengurangi kewenangan otonomi bagi daerah yang lain kemudian harus
dijadikan kiblat.
Gubernur DKI harus
turun dan harus mampu berkomunikasi untuk lebih banyak semacam
memberikan konsensi, untuk mencarikan solusi ini bahwa banyak permasalah
Jakarta datangnya dari luar. Selama ini orang mempersepsikan dua
terminologi, pusat dan daerah, kalau daerah itu kelas dua, kalau Jakarta
adalah segala-galanya.
Tapi kalau kita coba
balik, di mana gubernur yang mau mendatangi, mendengar bahkan
memberikan konsensi lebih banyak untuk kemaslahatan semuanya, dan juga
sangat dipentingkan adalah bukan logika saling mengancam tetapi
mengedepankan pendekatan saling menguntungkan dengan porsi Jakarta lebih
banyak memberikan masukan karena Jakarta memang punya kemampuan
ekonomis dan APBD dari sisi ekonomi yang bisa dibagi.
Kalau pak Hidayat mengatasi Jakarta dengan apa?
Pertama,
kalau kita urai kemacetan Jakarta datang dari dua kawasan besar dari
kawasan yang datang dari dalam Jakarta dan di luar Jakarta. Yang datang
dari luar Jakarta tidak kurang dari 800 ribu kendaraan setiap hari, dan
itu jumlah yang sangat signifikan, kalau bisa setengahnya saja
diparkirkan buat aman dan nyaman oleh Pemrov DKI, itu sudah mengurangi
kemacetan Jakarta secara efektif.
Dua, dari situ juga harus dibuatkan angkutan massa yang bernana busway, monorail, subway atau kereta yang commuter itu.
Dari luar kita cegat
dari beberapa titik Jakarta dengan memberikan alternatif perparkiran
yang aman dan nyaman dan sekaligus mereka bisa melanjutkan perjalanan
yang aman dan nyaman dengan beragam transportasi massal.
Dari dalam kota
Jakarta juga permasalahan muncul, salah satu solusinya menghadirkan
TransJakarta yang aman dan nyaman agar tidak cenderung menggunakan
kendaraan pribadi dan mereka bisa menggunakan TransJakarta.
Salah satu
problemnya itu, jumlah armada Transjakarta tidak memadai pada waktu
sibuk, siang haripun tidak memadai. Mereka harus antre berjam-jam untuk
menunggu Tranjakarta, siapa yang nyaman dengan kondisi seperti ini,
pasti kembali lagi ke mobil pribadi. Solusinya memperbanyak armada
Transjakarta sehingga perjalanannya lancar dan cepat.
Ketiga, tentu
koridor busway itu masih terbatas belum menjangkau kawasan lain, untuk
itu diperlukan penambahan koridor busway sehingga bisa mencangkup
jarak-jarak yang cukup jauh.
Keempat, masih saja
berkeliaran mobil yang sudah kadaluarsa, karenanya dapat menghadirkan
knalpot yang asapnya menggangu kesehatan dan udara, untuk itu Uji kir
kendaraan bisa dilakukan sangat ketat sehingga hanya mobil yang betul
lolos uji yang bisa layak jalan dan dari situ bisa dilakukan pengurangan
kendaraan.
Kemudian, buat
peraturan jika ingin membeli mobil diwajibkan untuk menyediakan tempat
parkir. Karena sebagain macet itu disebabkan mereka parkir dipinggir
jalan.
Kemacetan kan kuncinya transportasi massal, apa mau buat moda transportasi baru dalam waktu dekat?
Saya
kira yang paling bagus adalah melanjutkan transportasi massal yang
sudah ada, misalnya Transjakarta hanya yang menjadi masalahnya adalah
armadanya sehingga menghadirkan anomali, satu pihak jalur busway kosong
melompong di yang lain malah padat.
Melanjutkan dalam
arti menambah jumlah armada. Pendekatan yang berikutnya adalah dengan
menghadirkan jenis transportasi massal yang efektif dan ada busway,
monorail, ada jalur pejalan kaki, jalur untuk sepeda, itu di Bangkok dan
itu juga bagian yang patut juga dipikirkan.
Dari hal itu yang
paling dekat adalah memaksimalkan TransJakarta. Mulai digarap uji kir
dilanjutkan dan diketati, perparkiran di pintu masuk Jakarta.
Kira-kira menang satu putaran tidak?
Kalau menurut rekan-rekan bagaimana? Kalau satu putaran kan tidak seru.
Bagaimana perhitungannya?
Kalau
umumnya kan sudah tau, ada enam kandidat, kemenangan di Jakarta kan
tidak seperti kemenangan di luar Jakarta. Kalau di luar Jakarta 31
persen, kalau di Jakarta 51 persen. Dengan enam kandidat kelas gajah
bukan perkara gampang.
Tapi kalau PKS lari
maraton itu kan biasa, intinya kami siap dan sekarang sedang mengetuk
sejuta pintu yang secara umum perlu diyakinkan kembali. Pengenalan
publik saya di Jakarta 89 persen, itu sisa-sisa pengenalan jaman 2004.
Sekarang kami lebih efektif. Kita tidak ingin kegagalan di Banten,
Bekasi lanjut di Jakarta, ini harus dibayar dan harus punya spirit juang
tapi tidak boleh berlebihan.
Paling berat siapa?
Kami tidak melihat
siapa yang berat dan teringan. Semuanya punya potensi yang bagus dan
dipercaya oleh masyarakat karena mereka punya track record yang bagus,
tinggal bagaimana masyarakat Jakarta berfikir secara rasional dan tentu
harapannya adalah birokrasi melaksanakan tugasnya tidak boleh berpihak
secara terbuka dan tertutup.
Taglinenya apa?
"Ayo Beresin Jakarta"
(www.islamedia.web.id)
Posting Komentar